BISNIS.COM, DENPASAR--Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali menilai masih perlu adanya kontrol yang reguler terhadap perkembangan akomodasi pariwisata, karena belum menunjukkan ke arah peningkatan.
Tjokorda Artha Ardana Sukawati, Ketua PHRI Bali, mengatakan hotel-hotel yang dibangun di Bali belum menunjukkan arah peningkatan tetapi yang terjadi hanya dalam hal pelayanan saja.
“Saat ini belum ada pergeseran angka tingkat okupansi hotel. Masih relatif stabil di angka 60%, karena masih banyak hotel yang hanya mengikuti tren tanpa mempunyai konsep yang jelas,” ujarnya, Selasa (4/6).
Dalam hal ini, lanjutnya, lebih mengarah kepada merebaknya konsep city hotel yang memang sejak lama dikeluhkan sebagai penyebab persaingan tidak sehat antar hotel sehingga terjadi perang tarif.
Saat ini saja, pihaknya mencatat tingkat okupansi hanya mencapai 60%. “Padahal tercatat Bali memiliki kurang lebih 70.000 kamar dari jumlah total 1.630 hotel, tetapi okupansi belum di atas 60%,” jelasnya.
Selain itu, Cok Ace, menambahkan bahwa investor saat ini semakin lihai, rumah toko (ruko) tiga lantai saja bisa dijadikan hotel oleh mereka. Ini menjadi hal yang sangat kompleks ketika PHRI melakukan klasifikasi.
“Jika tidak diklasifikasi, hotel-hotel baru menjadi liar sedangkan setelah diklasifikasi menjadikan persaingan semakin tidak masuk akal,” paparnya.
Untuk itu, dia berharap pelaku pariwisata di Bali tidak hanya mengejar kuantitas tetapi bagaimana mengangkat kualitas wisata di Pulau Dewata. “Meskipun okupansi rendah setidaknya Bali masih bisa menjadi mahal,” tegasnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Bali, tingkat penghunian kamar (TPK) untuk keadaan April 2013 pada hotel berbintang di Bali mencapai rata-rata sebesar 58,21%. Rata-rata lama menginap tamu asing dan Indonesia di hotel sejenis di Bali adalah selama 3,3 hari.
Jika dibandingkan dibandingkan dengan Maret 2013, TPK turun sebesar 1,91 poin, sedangkan rata-rata lama menginap naik sebesar 0,03 poin.