Bisnis.com, JAKARTA— Masalah pemenuhan gizi bagi ibu dan anak, masih menjadi tantangan bagi Indonesia. Untuk mengatasinya perlu usaha bersama lintas sektoral, lintas disiplin ilmu, dan dukungan seluruh komponen bangsa.
Menurut hasil Riskesdas 2010, prevalensi gizi kurang dan gizi buruk balita di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu sebesar 17,9%. Sedangkan anak yang tergolong pendek masih sebesar 35,6%. Selain itu ditemukan sebanyak 14,2% balita dengan berat badan lebih.
"Semua kondisi tersebut jika tidak diatasi, bisa menjadi sebuah pertanda bahwa Indonesia akan menghadapi generasi dengan masalah gizi dalam kurun waktu 20–25 tahun mendatang," kata Made Astawan, Guru Besar Gizi Institut Pertanian Bogor, dalam Bincang Gizi Nutritalk di Jakarta, Rabu malam (17/7/2013).
Pinky Saptandari, Staf Ahli Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Meneg PPPA), menuturkan penyebab masalah ini bukan hanya karena tingkat ketersediaan pangan di masyarakat atau keluarga yang rendah atau melimpah.
"Tapi juga karena faktor knowledge, skill, dan attitude yang tidak memadai dalam mengatur pola makan, dan mengetahui kandungan gizi dalam makanan," ungkapnya dalam diskusi bertema Perlu Upaya Bersama Untuk Mendukung Gizi Keluarga.
Menurut Pinky, selain itu juga karena pengaruh gender, budaya keluarga dan mitos yang berkembang di masyarakat, turut memberikan andil dalam menciptakan kebiasaan makan dan pemberian makan keluarga kepada anggota keluarga, khususnya ibu dan anak.
Sebagai sistem budaya, lanjutnya, makanan bukan hanya dipandang sebagai hasil organik dengan kualitas biokimia yang secara fisiologis berfungsi untuk memepertahankan hidup, tapi juga memiliki makna sosial budaya yang diakui, dianut, dan dibenarkan oleh masyarakat setempat.
"Adanya kegagalan dalam memaknai hubungan antara makanan dan kesehatan, menjelaskan mengapa permasalahan gizi termasuk gizi buruk, masih terjadi di tempat-tempat dengan kecukupan makanan," ujarnya.
Padahal, tambah Pinky, masa emas perkembangan anak adalah sejak lahir hingga usia 2 tahun. "Bahkan menurut ilmu gizi terkini, diketahui bahwa kualitas anak ditentukan sejak terjadinya konsepsi, hingga masa balita. Kecukupan gizi ibu selama hamil hingga anak berusia dibawah 5 tahun, serta pola pengasuhan yang tepat bagi setiap keluarga, akan memberikan kontribusi nyata dalam mencetak generasi unggul," ungkapnya.
Untuk itu, katanya, perlu upaya lebih dalam mengatasi permasalahan tersebut. Diantaranya dengan menyebarkan infomasi tentang permasalahan gizi yang dihadapi bangsa ini, memberikan pemahaman yang benar tentang asupan gizi yang tepat bagi ibu hamil dan balita, serta mengembangkan pemahaman budaya makan yang tepat bagi tumbuh kembang balita. Juga mengikis budaya dan mitos yang dianggap bisa mengganggu upaya perbaikan gizi masyarakat. (ltc)
Fashion
Gizi Ibu dan Anak Masih Jadi Tantangan
Penulis : Rahmayulis Saleh
Editor : Linda Teti Silitonga