Bisnis.com, JAKARTA- Pertumbuhan kelas menengah masyarakat Indonesia saat ini yang cukup pesat, dan booming-nya media sosial juga dapat memicu psikologis manusia untuk lebih bersifat konsumtif.
Psikolog Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia (LPT UI) Mira D Amir menilai hadirnya mal baru biasanya memang menimbulkan euforia tersendiri bagi masyarakat, terutama yang berada di sekitar lokasi berdirinya mal tersebut.
“Mereka pasti awalnya penasaran dengan ‘isi’ atau tenant apa saja yang dihadirkan mal baru tersebut, sehingga akan berkunjung datang ke sana, terutama bagi kaum remaja dan keluarga baru,” tuturnya.
Menurutnya keberadaan tenant yang ada di dalamnya, apakah ternama, brand luar negeri atau tidak, juga akan mempengaruhi ketertarikan masyarakat akan keberadaan pusat perbelanjaan tersebut.
“Remaja saat ini tidak dipungkiri merasa lebih bangga ketika diketahui sedang nongkrong di salah satu sudut tenant yang ternama, yang kebanyakan merek luar negeri. Semacam menjadi tempat pengakuan diri. Di tambah booming sosial media yang semakin memudahkan mereka memperlihatkan eksistensinya dengan meng-upload keberadaannya dengan jejaring sosial,” tuturnya.
Selain itu, lanjutnya keberadaan lahirnya mal baru di suatu daerah, dipastikan akan mampu mengubah kebiasaan atau gaya hidup masyarakat sekitarnya, yang tadinya biasanya lebih banyak berkumpul dengan keluarga dilakukan di rumah, sekarang dilakukan di mal dengan memanfaatkan ruang yang ada di mal tersebut, misalkan taman atau tempat makan.
“Tenant maupun fasilitas yang terdapat dalam mal secara tidak sadar akan mempengaruhi keberadaannya untuk tetap disukai masyarakat atau ditinggalkan,” tuturnya.
Maka, lanjutnya kepandaian dari pengelola mal untuk menghadirkan berbagai pilihan yang ada di dalamnya, mulai dari tenant, fasilitas, hiburan dan konsep marketing lainnya, tentu akan mampu membuat masyarakat tetap bertahan untuk tetap memilih mal tersebut, meskipun hadir mal baru lagi.
“Jadi, keramaian pengunjung tidak hanya jadi euforia awal pembukaan saja,” ujarnya.