Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi gelanggang bahari atau playgrounds yacth mancanegara.
Direktur Pengembangan Wisata Minat Khusus dan MICE Kementerian Kelautan dan Perikanan Achyaruddin mengatakan sejak 2003, pemerintah sudah berupaya menjaring wisatawan melalui wisata kapal layar atau yatch.
Di antara cara yang ditempuh pemerintah adalah dengan menyelenggarakan reli layar internasional seperti Sail Indonesia, Sail Bunaken, Sail Wakatobi-Belitung, Sail Banda, Sail Komodo, dan Sail Raja Ampat yang direncanakan tahun ini.
Namun, sambungnya, selama 13 tahun penyelenggaraan kegiatan tersebut, masih saja menghadapi persoalan klasik terkait perijinan masuknya kapal yatch dan pelayar asing ke Indonesia, serta keimigrasian, izin tinggal, dan masalah teknis lapangan lainnya.
Hal tersebut, membuat potensi perairan Indonesia masih belum termanfaatkan secara optimal.
Indonesia bahkan tertinggal dari negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura yang berhasil mengembangkan wisata bahari meski potensinya jauh di bawah Indonesia.
“Negara lain yang tidak punya potensi seperti kita saja cukup berhasil mengembangkan wisata kelautannya. Indonesia yang mempunyai gelanggang bahari terbesar di dunia seharusnya dapat menjadi playground yatch mancanegara,” tuturnya dalam konfrensi pers, Kamis (27/2).
Oleh karena itulah, dia berharap Perpres 79/2011 tentang Kunjungan Kapal Wisata Asing ke Indonesia yang serta MoU antara Kemenlu, Kemenhub, dan TNI untuk koordinasi di lapangan untuk mempermudah pengurusan ijin tinggal, keimigrasian, dan teknis lainnya dapat mendongkrak kunjungan yatch ke Indonesia.
Sebab, prospek pasar untuk menjaring kapal pesiar dunia dari Selandia Baru dan Australia yang memiliki sedikitnya 10.000 kapal layar pribadi sangat besar. Sebab, Darwin memiliki ancaman iklim yang sangat diperhatikan oleh pemilik yacht karena adanya badai yang menyerang tiap tahun.
Selain itu, sambungnya, mereka juga tidak memiliki lahan bermain untuk menikmati kapal layar pribadi. Apalagi, sisi Timur Australia mempunyai arus yang sangat kencang dan tidak nyaman untuk dilayari.
“Indonesia yang memiliki gelanggang bahari terbesar dengan perairan yang sangat luas, seharusnya dapat dilirik pemerintah karena berdampak langsung terhadap perekonomian masyarakat pesisir yang selama ini termarginalkan, tempat kapal singgah,” tutur Achyaruddin.
Sementara itu, Edy Putra Irawady, Deputi Menko Perekonomian Bidang Koordinasi Perniagaan dan Kewirausahaan menambahkan dampak ekonomi yang diperoleh jika perairan laut RI menjadi playground kapal yatch dunia bisa tercapai jika pelaksanaan Perpres No 79/2011 berjalan mulus di lapangan.
“Implementasi dari regulasi ini harus benar-benar dapat terlaksana sehingga para yachter dapat dengan mudah berwisata dan berlayar di perairan Indonesia,” tutur Eddy.
Di samping itu, pengembangan wisata yatch ini pun harus dapat didukung oleh sarana dasar infrastruktur untuk yatch di semua titik labuh untuk aktivitas kebaharian. Termasuk manajemen kebaharian yang baik serta promosi yang kuat.
Saat ini, Indonesia memiliki sekitar 50 titik singgah meningkat signifikan dari 2004 yang hanya ada 4 titik singgah.
Adapun titik labuh untuk masuk dan keluar dari perairan di Indonesia berada di 18 lokasi yang tersebar mulai dari Pelabuhan Sabang, Pelabuhan Belawan, Pelabuhan Sunda Kelapa, hingga Pelabuhan Biak di Papua.