Salah Jalan, Terjatuh, hingga Terjungkal (5)
Tepat pukul 12 siang, kami melanjutkan perjalanan. Lalu tiba di perempatan dan salah memilih jalan. Pemilihan jalan yang ternyata salah itu kami lalui dengan sejumlah argumentasi logis.
Saya memilih jalan yang benar menuju desa Bremi, Rezza memilih jalur yang lain. Dia menyusuri jalur yang salah itu beberapa meter dan melihat tanda-tanda ikatan pita, khas tanda pada jalur pendakian yang sebelumnya kami lewati. Atas fakta itu, saya percaya kalau jalur yang dipilih rekan saya adalah benar.
Jalur itu diawali dengan tanjakan beberapa ratus meter. Selanjutnya, medan yang kami hadapi adalah turunan cukup terjal. Hujan yang ikut mengguyur membuat saya beberapa kali terpeleset, terjatuh, terperosok, hingga terjungkal. Entah berapa kali saya menangis kesakitan.
Setelah sekitar dua jam berjalan, kami menyadari bahwa jalur yang kami lalui bukanlah jalur yang biasa dilewati pendaki. Dari beberapa catatan perjalanan pendaki Argopuro yang dibaca rekan saya, disebutkan kalau jalur dari taman hidup ke desa cukup landai. Sementara medan yang sedang kami hadapi jelas tidak landai.
Kami kemudian berpikir kalau kami sedang melewati jalur berbeda dengan tujuan yang sama. Terlebih ketika kami mendengar dentuman musik dangdut. Asumsi kami musik itu tentu berasal dari desa, dan karena musik itu terdengar, artinya desa tidak jauh lagi. Kami memutuskan melanjutkan perjalanan.