Balik Arah Setelah Mendapatkan Sinyal Ponsel (8)
Ketika ponsel saya keluarkan dari tas, seorang rekan yang biasa saya sapa Teh Endang menghubungi. Saya jelaskan kami di mana dan seperti apa kondisi kami. Saya kemudian minta tolong Teh Endang menghubungi Pak Samhaji untuk menanyakan jalur.Tetapi nomor Samhaji tak bisa dihubungi.
Sembari menunggu kabar dari Teh Endang, saya menghubungi seorang sahabat bernama Anas untuk mengabarkan pada orang tua saya, bahwa saya akan terlambat turun dari gunung karena hujan deras.
Ya, saya melarang Anas menceritakan yang sebenarnya, agar mereka tidak panik. Lagi pula, saya yakin, kami pasti akan segera pulang.
Tidak lama kemudian, Hendry, teman saya yang lain juga menelepon. Dia bilang akan kontak teman-temannya untuk cari bantuan terkait jalur.
Lalu masuklah pesan dari Teh Endang, “Upa, barusan aku nelpon Pak Susiono, dia menyarankan lo balik arah ke taman hidup, pertigaan itu harusnya lo ambil jalur lurus ke kanan,” katanya.
Aku melengos. Membayangkan tanjakan curam yang kemarin kami lalui selama lima jam untuk turun. Kalau naik, mungkin akan lebih lama karena kami harus memanjat. Dan saat itu, kami sudah kehabisan makanan. Hanya ada sedikit meses dan margarin. Tetapi kami tidak punya pilihan, kami putuskan untuk kembali.
Perjalanan memanjat dengan kondisi fisik melemah itu juga ditemani gerimis yang membuat jalur semakin licin. Di pertengahan jalan, sandal jepit Rezza putus. Jadilah dia berjalan tanpa alas kaki.
Ketika kami kembail mendapat sinyal, saya kembali mengirim pesan ke Teh Endang untuk dikirimkan ranger. Saya kuatir kami tidak bisa sampai ke pertigaan taman hidup dengan kondisi fisik seperti itu. Sembari menunggu bantuan ranger, kami tetap berjalan pelan-pelan.