Faktor risiko penyakit ini antara lain adalah terpapar zat tertentu seperti yang terkandung dalam cat, atau efek obat kemoterapi saat terkena kanker lainnya. Penyakit ini dapat menyerang pria maupun perempuan. /Bisnis.com
Health

Leukimia Granulositik Kronik, si Ganas yang Sulit Dikenali

Tisyrin Naufalty Tsani
Minggu, 4 Oktober 2015 - 07:40
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Hari Kesadaran Dunia untuk Leukimia Granulositik Kronik yang diperingati pada 22 September lalu membangkitkan kesadaran masyarakat dunia akan penyakit ini. Pasalnya, leukimia granulositik kronik tergolong penyakit yang sulit dikenali karena gejalanya tidak spesifik.

Pada dasarnya, leukemia granulositik kronik atau disebut juga sebagai leukemia mieloid kronik (chronic myeloid leukemia) adalah kondisi saat tubuh menghasilkan terlalu banyak sel darah putih tipe mieloid yang abnormal. Disebut kronik karena penyakit kanker ini membutuhkan waktu selama bertahun-tahun untuk berkembang.

Menurut dokter spesialis penyakit dalam, konsultan hematologi onkologi medik Rumah Sakit Kanker Dharmais Hilman Tadjoedin, penyakit ini hanya menimbulkan gejala yang umum, mulai dari demam, tidak nafsu makan, mudah sakit, merasa sangat kelelahan, berat badan turun tanpa alasan yang jelas, hingga berkeringat di malam hari.

Dengan begitu, terdapat kemungkinan terjadi salah diagnosis karena gejalanya mirip dengan penyakit-penyakit lainnya. “Diagnosisnya susah-susah gampang,” katanya.

Untuk memastikan bahwa orang yang memperlihatkan gejala-gejala tersebut memang mengalami keganasan darah, perlu pemeriksaan darah hingga pemeriksaan ke tingkat molekular. Selama masa pengobatan pun, pemeriksaan rutin harus tetap dijalani oleh pasien.

Leukemia mieloid kronik dapat terjadi jika seseorang memiliki kromosom abnormal, atau disebut sebagai kromosom philadelphia. Kromosom tersebut menghasilkan protein yang juga abnormal. Protein yang dihasilkan ini memicu sumsum tulang menciptakan sel-sel darah putih yang abnormal. Rata-rata di seluruh dunia, penyakit ini ditemukan bersarang di usia 53 tahun, tetapi di Indonesia angka rata-ratanya lebih muda dari usia tersebut.

Belum diketahui secara jelas apa saja faktor risiko penyakit ini, tetapi ada laporan yang memperlihatkan mereka yang terkena leukemia mieloid kronis di Jepang berasal dari tempat-tempat yang terkena bom atom.

Menurutnya, penderita leukemia mieloid kronik harus senantiasa diberi obat seumur hidup untuk mencapai kondisi mendekati sembuh. Pilihan lain untuk mengatasinya adalah transplantasi atau cangkok sumsum tulang.

Penyakit ini dapat menimbulkan kematian, tetapi penderita juga mungkin saja meninggal karena penyakit berkembang menjadi leukemia akut ataupun menimbulkan komplikasi. Komplikasi dapat terjadi karena mereka yang terkena leukemia, daya tahan tubuhnya menurun sehingga mudah terkena infeksi.

USIA DEWASA

Pada kesempatan berbeda, Kepala Instalasi Patologi Klinik Rumah Sakit Kanker Dharmais Agus Susanto Kosasih memaparkan leukemia mieloid akut sering ditemukan pada usia dewasa yaitu sekitar 32% dari seluruh kasus kanker darah.

Belum lama ini, Agus meraih gelar doktor dalam ilmu kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia lewat disertasi yang berkaitan dengan jenis leukimia akut berjudul Profil Imunofenotip, Mutasi Gen FLT3-ITD, NPM1 dan CEBPA pada Leukemia Mieloid Akut serta Hubungannya dengan Luaran Klinis.

Dia melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat ketahanan hidup dan faktor-faktor lain seperti usia, jenis kelamin, leukosit, komorbid (atau penyakit yang menyertai seperti hipertensi atau diabetes mellitus), jumlah sel darah putih (leukosit), imunofenotip CD34, aberrant, dan mutasi gen (FLT3-ITD, NPM1, dan CEBPA).

Menurut dia, seperti halnya leukemia mieloid kronik, pada leukemia mieloid akut juga terdapat jumlah sel darah putih berlebihan yang belum matang dan abnormal atau sel blas.

Leukemia mieloid akut tidak menimbulkan gejala yang spesifik, antara lain berupa pucat yang tiba-tiba, lemah, dan tidak nafsu makan. Penderitanya kerap dinyatakan kekurangan zat besi karena memperlihatkan tanda yang hampir sama. “Kalau diperiksa baru akan diketahui banyak sekali sel blas yang menumpuk,” katanya.

Faktor risiko penyakit ini antara lain adalah terpapar zat tertentu seperti yang terkandung dalam cat, atau efek obat kemoterapi saat terkena kanker lainnya. Penyakit ini dapat menyerang pria maupun perempuan.

Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Minggu (4/10/2015)
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro