Pedagang memperlihatkan rokok elektronik (e-cigarette), di Palembang, Kamis (21/5/2015)./Antara-Nova Wahyudi
Health

Rokok Elektronik Picu Perdebatan Para Ilmuwan, Sehat atau Tidak?

Newswire
Rabu, 25 Mei 2016 - 10:03
Bagikan

Bisnis.com, WINA - Berbeda dengan rokok biasa, nikotin dalam rokok elektronik masuk ke dalam tubuh lewat uap, bukan asap. Prosesnya sama sekali tak melibatkan pembakaran tembakau, sekalipun nikotin yang terdapat dalam rokok diperoleh dari tumbuhan Nicotiana berdaun lebar itu.

Kendati dipasarkan sebagai alternatif yang lebih aman ketimbang rokok biasa, rokok elektronik ternyata masih berpotensi menyebabkan kerusakan pada paru-paru. Temuan ini menambah bukti baru pada perdebatan soal keamanan dan efisiensi rokok elektronik.

"Hingga sekarang kita tidak tahu apakah produk pengantar nikotin yang belum disetujui, seperti rokok elektronik ini, lebih aman daripada rokok biasa, meski perusahaan rokok elektronik mengklaim alat ini lebih aman," kata Christina Gratziou, anggota tim riset yang juga Ketua Tobacco Control Committee di European Respiratory Society.

Dengan tujuan menginvestigasi efek jangka pendek penggunaan rokok elektronik, Gratziou dan timnya dari University of Athens di Yunani melakukan riset pada tiga kelompok berbeda. Mereka memeriksa pengaruh alat itu pada orang sehat tanpa masalah kesehatan tertentu dan para perokok, baik yang telah mengalami gangguan pada paru-paru maupun yang tidak.

Studi itu melibatkan delapan orang yang tak pernah merokok dan 24 perokok. Di antara anggota kelompok perokok, 11 orang memiliki fungsi paru-paru normal, sedangkan 13 lainnya mengidap penyakit paru obstruktif kronik (COPD) atau asma.

Setiap orang diminta menggunakan rokok elektronik selama 10 menit. Lewat sejumlah tes, termasuk tes spirometri untuk mengukur kapasitas fungsi paru, peneliti mengukur resistensi saluran pernapasan atau hambatan aliran udara ke paru-paru. Semakin besar diameter saluran napas, semakin rendah resistensinya. Demikian pula sebaliknya.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan rokok elektronik menyebabkan kenaikan resistensi saluran pernapasan secara langsung. Efeknya baru berakhir setelah 10 menit. Pada subyek sehat yang tak pernah merokok, terjadi peningkatan resistensi saluran pernapasan yang amat signifikan, dari rata-rata 182% menjadi 206%.

Pada perokok dengan angka spirometri normal, juga terlihat kenaikan signifikan dari angka rata-rata 176% menjadi 220%. Sebaliknya, penggunaan sebatang rokok elektronik pada penderita COPD dan asma tidak menunjukkan efek langsung pada resistensi saluran pernapasannya.

"Kenaikan resistensi saluran pernapasan secara langsung pada kelompok studi tersebut mengindikasikan rokok elektronik dapat menyebabkan gangguan langsung setelah Anda menggunakan alat itu," kata Gratziou. "Diperlukan riset lebih dalam untuk memahami apakah gangguan ini punya efek jangka panjang."

Penelitian efek kesehatan rokok elektronik memang perlu ditelaah lagi. Apalagi, sebelumnya ada peneliti lain yang menyatakan alat itu tak berbahaya bagi jantung. Hasil kedua studi itu bertolak belakang meski riset ini juga dikerjakan oleh ilmuwan dari Yunani.

"Rokok elektronik bukan kebiasaan yang sehat. Tapi, alat itu adalah alternatif yang lebih aman daripada rokok tembakau," kata Konstantinos Farsalinos seorang dokter dari Onassis Cardiac Surgery Center di Athena.

"Bila dibandingkan dengan bahaya asap rokok, data kami menunjukkan rokok elektronik jauh lebih aman dan mengganti tembakau dengan rokok elektronik mungkin bermanfaat bagi kesehatan."

Studi kecil ini dikerjakan oleh Farsalinos dan timnya di Yunani. Mereka membandingkan fungsi jantung 20 perokok muda sebelum dan sesudah mengisap sebatang rokok tembakau dengan fungsi jantung 22 pengguna rokok elektronik sebelum dan setelah memakai e-cigarette selama tujuh menit.

Tim peneliti menemukan disfungsi jantung yang signifikan pada pengisap rokok tembakau, termasuk kenaikan denyut jantung dan tekanan darahnya. Pada pengguna rokok elektronik, hanya tekanan darah yang menunjukkan kenaikan. Itu pun kecil.

Sayangnya, skala penelitian ini begitu kecil. Studi University of Athens hanya melibatkan 32 partisipan, sedangkan studi Onassis 42 orang. Serupa dengan Gratziou, Farsalinos menyatakan perlu studi lebih besar untuk memeriksa efek jangka panjang yang mungkin ditimbulkan alat tersebut.

Bill Godshall, Direktur Eksekutif Pittsburgh's Smokefree Pennsylvania, mengatakan studi Dr Farsalinos sangat penting karena penyakit jantung adalah penyebab utama kematian pada perokok. "Tapi, badan pengawas obat dan makanan Amerika tetap mengklaim bahwa seluruh produk tembakau sama berbahayanya seperti rokok," ujarnya.

Penulis : Newswire
Sumber : tempo.co
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro