Pengungsi. /Bisnis.com
Relationship

Getirnya Hidup Anak-Anak Pengungsi di Tretes

Wike Dita Herlinda
Minggu, 11 September 2016 - 21:03
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA-Beberapa waktu lalu, saat berlibur ke vila di kawasan Tretes, Jawa Timur, ada pemandangan yang membetot perhatian saya. Sudah lama tak ke sana, tiba-tiba saja kawasan rumah peristirahatan di lereng Gunung Arjuno-Welirang itu diserbu tamu-tamu asing.

Sudah sejak lama, Tretes terkenal sebagai ‘Puncak-nya Jatim’. Udara segar khas dataran tinggi menjadikannyajujugan ideal para wisatawan dari dalam dan luar negeri. Jajaran vila di sana juga menjadi pelarian favorit warga urban Surabaya saat akhir pekan atau musim libur.

Namun, kali itu ada fenomena yang tidak biasa di kawasan wisata terkenal di Pasuruan itu. Entah bagaimana awal mulanya, mendadak sebagian besar kamar vila yang disewakan di sana dihuni oleh orang asing berawajah ke-Arab-Arab-an.

Penjaga vila bercerita orang-orang asing itu banyak yang datang dari Afganistan. Lebih mengejutkan lagi, dia mengungkapkan bahwa mereka tiba di Tretes nyaris berbondong-bondong dan numpang tinggal di vila-vila sudah lebih dari dua bulan lamanya.

Tidak semuanya menyewa kamar. Ada juga yang tidur di selasar depan vila. Banyak dari mereka yang tiba bersama keluarganya, dan membawa anak-anaknya yang masih kecil. Penampilan mereka cukup kumal, tidak seperti layaknya turis asing yang tengah berpelesir.

“Saya tidak tahu kapan mereka mau pergi. Soalnya banyak yang tidak bisa membayar sewa kamar juga,” kata penjaga. Mendengar penuturan itu, kecurigaan saya pun semakin menguat. Jangan-jangan mereka ini adalah para pengungsi. Mereka imigran. Entah legal. Entah ilegal.

Mayoritas dari mereka tidak lancar berbahasa Inggris, sehingga komunikasi lebih banyak dilakukan dengan bahasa tubuh dan isyarat. Namun, sedikit-sedikit informasi yang tergali mengisyaratkan bahwa sebenarnya mereka hendak mencari suaka ke Australia.

Terus terang, kondisi mereka cukup memprihatinkan. Terutama, saat melihat anak-anak yang mereka sertakan dalam upaya pengungsian itu. Mereka tetap terlihat ceria; mungkin tidak tahu pasti bagaimana nasib mereka setelah keluar dari tanah kelahirannya.

Terbayang bagaimana sulitnya menjadi anak yang terlahir di negara yang dilanda konflik akut. Bertahan sulit. Mengungsi apalagi. Mereka bagaikan tunas tanaman yang dicabut dari akarnya; dipaksa lepas dari induk semangnya.

Wajah miris anak-anak korban pengungsian itu tidak akan pernah terlupakan. Mereka hanyalah sampel kecil dari puluhan juta anak di dunia yang tercerabut dari tanah kelahirannya dan terpaksa mencari suaka di tempat lain.

TERUSIR JAUH

Untuk menggambarkan bagaimana mirisnya nasib anak-anak yang tercerabut di seluruh dunia, United Nations International Children’s Emergency Fund (Unicef) melaporkan saat ini ada hampir 50 juta anak di dunia yang terusir jauh dari tanah kelahirannya.

Sekitar 28 juta di antara anak korban pengungsian itu terusir dari rumah akibat konflik yang bukan akibat perbuatan mereka. Jutaan lainnya juga terpaksa bermigrasi untuk mencari penghidupan yang lebih layak di negeri orang.

Direktur Eksekutif Unicef Anthony Lake menjelaskan anak-anak yang tercerabut itu kerap mengalami trauma akibat konflik dan kekerasan. Banyak dari mereka yang nekat naik perahu untuk mengungsi ke luar negeri, sama seperti orang-orang yang saya jumpai di Tretes.

“Mereka terpaksa melarikan diri dan menghadapi bahaya di tengah jalan, termasuk risiko tenggelam saat menyeberangi lautan, kelaparan, dehidrasi, perdagangan manusia, penculikan, pemerkosaan, dan bahkan pembunuhan,” jelasnya saat meluncurkan laporan, Rabu (7/9).

Belum lagi, perlakuan yang diterima anak-anak itu di negara suaka yang mereka tuju tidak selalu menyenangkan. Tidak sedikit dari mereka yang menerima perlakuan diskriminatif dan menghadapi xenophobia.

Lake mengungkapkan Asia—khususnya kawasan Timur Tengah—menyumbang 39% dari total anak korban pengungsian di seluruh dunia. Arab Saudi kerap menjadi negara tujuan para pencari suaka dari negara-negara konflik di benua terpadat di dunia itu.

Namun, sebuah catatan dari United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) pada Juli 2016 mengungkapkan terdapat 13.474 pengungsi dan pencari suaka di Indonesia. Sebagian besar ditemukan di Jakarta, Makassar, Medan, dan Pekanbaru.

Indonesia sendiri hingga kini belum menandatangani Konvensi 1951 tentang pengungsi. Akibatnya, republik ini tidak memiliki otoritas untuk menentukan status para pencari suaka tersebut. Indonesia harus menunggu verifikasi dari UNHCR.

Tahun ini, UNHCR telah melakukan penempatan ulang terhadap 322 pengungsi yang sebelumnya terkatung-katung di Indonesia. Sebanyak 147 di antara mereka dialihkan ke Australia, 171 lainnya ke Amerika Serikat, dan 4 lainnya ke Kanada.

Data yang dihimpun PBB mengungkapkan anak-anak imigran yang menempuh jalur laut menghadapi perjalanan yang membahayakan hidup, terutama jika mereka berlayar melalui Teluk Bengal dan Laut Andaman.

Kedua rute tersebut diperkirakan tiga kali lipat lebih mematikan ketimbang rute Mediterania menuju Eropa. Pada 2014, ada sekitar 58.000 orang yang nekat menjajal rute tersebut. Pada umumnya, mereka berangkat dari Myanmar dan Bangladesh ke berbagai negara Asean.

Perjalanan tersebut menelan 2.000 korban jiwa sepanjang kurun waktu 2012—2015. Padahal, banyak dari mereka adalah perempuan dewasa dan anak-anak perempuan. Mereka rentan terjerat jaringan penyelundup, terserang detensi di laut, dan tertular penyakit mematikan.

“Anak-anak pengungsi dan imigran yang tak tercatat, hak-haknya lebih terancam dibandingkan anak-anak lain, termasuk kurangnya akses pelayanan kesehatan dan pendidikan,” kata Direktur Regional Unicef untuk Asia Timur dan Pasifik, Karin Hulshof.

Dia menambahkan anak-anak korban pengungsian juga kerap mengalami diskriminasi dan bullying. Mereka harus menemui hambatan legal untuk menerima hak-hak yang setara dengan warga negara di tempat tujuan suaka.

Ada setidaknya 6 upaya yang bisa dilakukan pemerintah untuk membantu anak-anak yang tercerabut.Pertama, melindungi mereka dari eksploitasi dan kekerasan. Kedua, mengakhiri penahanan anak-anak pencari suaka dengan memperkenalkan alternatif praktis.

Ketiga, menjaga agar keluarga tetap bersama mereka untuk memudahkan mendapatkan status legal. Keempat, memastikan mereka tetap belajar dan menerima pelayanan kesehatan yang berkualitas.

Kelima, mendorong tindakan atas penyebab dasar pengungsi dan migrasi skala besar. Keenam, mempromosikan upaya untuk membasmi xenophobia, diskriminasi, dan marjinalisasi.       

Apa harga yang harus dibayar jika kita gagal memberikan mereka peluang untuk memperoleh hak-haknya sebagai anak-anak normal? Tidak hanya masa depan mereka yang terancam, tetapi juga masyarakat mereka.

Kasus Anak Tercerabut di Tingkat Global:

-          1 dari 200 anak di dunia adalah korban pengungsian, angka ini naik 21% dari 2005-2015

-          1 dari 3 anak di dunia yang hidup di luar tanah kelahirannya adalah pengungsi

-          Pertumbuhan anak korban pengungsi melesat lima kali lipat selama 2005-2015

-          Diperkirakan 31 juta anak di dunia hidup di luar negara kelahirannya, yang mana 11 juta di antaranya adalah pengungsi dan pencari suaka

-          Pada 2015, Suriah dan Afganistan ‘berkontribusi’ sebesar 50% dari total anak korban pengungsian di seluruh dunia

-           Pada 2015, sekitar 42 juta orang terpaksa hengkang dari negaranya akibat konflik, dan diperkirakan 17 juta di antara mereka adalah anak-anak

 

Di Afrika:

-          1 dari 3 pengungsi dari Afrika adalah anak-anak; setara dengan total 5,4 juta anak

-          Sekitar 1 juta anak Afrika menjadi korban pengungsian akibat konflik di dalam negeri

-          86% pengungsi Afrika menemukan suaka di negara Afrika lain

-          Afrika adalah benua dengan tingkat migrasi anak terendah di dunia, dengan rata-rata 1:90 anak Afrika yang hidup di luar negara kelahirannya

 

Di Amerika:

-          Amerika adalah suaka bagi 6,3 juta anak korban pengungsian; setara dengan 1/5 (21%) total pengungsi anak di dunia

-          4 dari 5 anak imigran di Benua Amerika pindah ke AS, Meksiko, dan Kanada

-          1 dari 10 imigran di Benua Amerika adalah anak-anak

-          Banyak kasus di Amerika di mana anak-anak mengungsi sendiri atau melarikan diri dari negaranya akibat konflik dan kekerasan di komunitas asal mereka

 

Di Asia:

-          2 dari 5 pengungsi di dunia mencari suaka di Asia

-          Hampir 12 juta anak imigran tinggal di Benua Asia, atau setara dengan 39% dari total anak imigran di seluruh dunia

-          Sebagian besar anak korban pengungsian di Timur Tengah mencari suaka di negara Asia lain. Hanya 1 dari 110 anak imigran yang tinggal di luar regional kelahirannya

-          Arab Saudi menjadi negara tujuan utama anak korban pengungsian di Asia, disusul Yordania, Lebanon, Pakistan, dan Turki

-          Pada 2015, sekitar 45% dari total anak korban pengungsian berasal dari Suriah dan Afganistan

 

Di Eropa:

-          7 dari 10 anak korban pengungsian yang mencari suaka di Eropa berasal dari Suriah, Afganistan, dan Irak

-          Akhir 2015, Eropa menampung total 1,8 juta pengungsi dan pencari suaka dari negara-negara konflik

-          Negara Eropa yang menjadi penampung pengungsi terbesar a.l. Jerman dan Serbia

-          Jumlah anak yang mendaftar suaka di Uni Eropa pada 2015 melonjak dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.

-          Eropa adalah benua dengan angka imigran anak terendah di dunia. Hanya 1 dari 6 imigran anak di dunia yang tinggal di sana

 

Di Oceania:

-          Oceania adalah kawasan yang diincar oleh 7 juta pengungsi/imigran dari luar kawasan tersebut

-          Jumlah anak korban pengungsian di Oceania mulai mendominasi total jumlah anak di kawasan tersebut. Satu dari 100 anak di sana adalah imigran

-          Terdapat 670.000 imigran anak di Oceania, setara dengan 2% dari total imigran anak dunia

-          Selama 1990—2015, angka anak imigran di Oceania naik dari 430.000 jiwa menjadi 670.000 jiwa

 

Sumber: ‘Uprooted: The Growing Crisis for Refuge and Migrant Children’, UNICEF, 2016

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro