Bisnis.com, JAKARTA-Jantung koroner sudah lama dikenal sebagai pembunuh nomor satu dunia. Tidak kurang dari 17,5 juta orang di seluruh dunia meninggal akibat penyakit ini. Meskipun sangat berbahaya, penyakit ini sebenarnya bisa dicegah sejak awal. Bahkan jika sudah didiagnosa menderita penyakit jantung koroner, perkembangan teknologi kesehatan saat ini sudah bisa melakukan intervensi untuk menyembuhkan penyakit ini.
Pada dasarnya jantung koroner terjadi akibat penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah koroner yang berfungsi mendistribusikan darah dan oksigen ke otot jantung. Penyempitan ini terjadi karena penumpukan lemak di dinding pembuluh darah yang berlangsung bertahap. Penderita penyakit ini biasanya mengeluhkan nyeri di bagian bawah tulang dada sebelah kiri yang disertai keringat mengucur.
Ario Soeryo Kuncoro, dokter spesialis jantung sekaligus Wakil Sekjen I Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), menjelaskan saat ini metode yang diakui di seluruh dunia adalah pemasangan ring dan operasi bypass. Kedua tindakan tersebut bertujuan untuk membebaskan koroner dari sumbatan.
Namun, belakangan ini sempat beredar video dari China yang mengklaim bisa menyembuhkan penyakit jantung koroner tanpa memasang ring atau operasi bypass. Dalam hal ini para dokter menggunakan metode penyedotan cairan lemak di pembuluh darah untuk membebaskan koroner. Lantas bagaimana tanggapan tenaga medis?
Menurut Ario, tatalaksana seperti yang ditunjukkan di video tersebut sifatnya belum berbasis bukti ilmiah sehingga belum diakui manfaatnya.”Berita mengenai hal itu sudah cukup banyak dibicarakan di di kalangan kami praktisi medis,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (20/10).
Kendati demikian, dia tidak menampik jika penyedoktan bekuan memungkinkan dilakukan terutama pada kasus serangan jantung akut. Namun, hal tersebut juga harus mempertimbangkan kondisi sumbatan. Jika masih lunak, metode penyedotan lemak masih memungkinkan dilakukan. Ario menambahkan, penyedotan cairan biasanya akan dilanjutkan dengan pemasangan ring untuk menjaga aliran pembuluh darah.
“Saya kurang paham dengan sistem sedot bekuan yang dimaksud di China itu, tetapi pada keadaan sumbatan yg kronik akan sulit menyedot bekuan karena sudah keras dan kaku,” tambahnya.
Ario menambahkan, penyedotan cairan koroner pada kasus jantung akut memang biasa di lakukan di Indonesia. Namun, metode tersebut belum sepenuhnya diterapkan di Indonesia untuk menyembuhkan jantung koroner tanpa melakukan pemasangan ring atau operasi bypass.
Kendati sudah lama dikenal sebagai penyakit pembunuh, kesadaran masyarakat terhadap jantung koroner masih rendah. Dokter spesialis jantung Rumah Sakit Siloam Antono Sutandar mengatakan sebagian besar penderita jantung koroner sudah terlambat saat mendatangi dokter. Bahkan ada juga penderita penyakit ini yang akan menjalani operasi bypass jantung tidak mengetahui penyakitnya tersebut.
“Ada beberapa faktor risiko yang mempercepat terjadinya penyakit jantung koroner antara lain merokok, obesitas, stres, diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi, infeksi ginjal dan gangguan kelainan darah,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Faktor gaya hidup juga sangat mempengaruhi penyakit ini. Salah satu kebiasaan buruk yang bisa memicu penyakit ini adalah langsung tidur setelah makan. Antonio menyarankan untuk rutin memakan sayuran dan selalu berolahraga.
Antono melanjutkan sebanyak 30% penderita penyakit jantung koroner mengalami gejala mirip flu. Akibatnya, banyak penderita yang mengabaikan gejala tersebut sehingga berujung pada kematian. Sebagian besar pasien pasien jantung koroner juga tidak ditangani seperti penanganan flu biasa. Padahal penanganan yang salah pada serangan jantung koroner bisa menyebabkan kematian mendadak.
Menurutnya, serangan jantung sebenarnya bisa diketahui dengan ciri yang khas. Sekitar 30%-40% pasien perempuan mengeluhkan rasa tertekan di area dada tengah. Sementara itu, pada laki-laki hanya 20% yang merasakannya.
Satu-satunya cara untuk mengetahui dengan pasti keberadaan penyakit ini adalah dengan melakukan general check up. Apalagi bagi mereka yang memilik potensi besar terkena penyakit ini akibat faktor gaya hidup seperti diabetes, perokok, hipertensi, kolesterol tinggi, perempuan menopouse, dan memiliki riwayat jantung dalam keluarga.