Bisnis.com, JAKARTA-Sarihusada berkolaborasi dengan Badan Kerjasama Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Pencegahan Fakultas Kedokteran Indonesia (BKSIKMKPFKI), serta Unit Kerja Koordinasi (UKK) Alergi Imunologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) melakukan rangkaian kegiatan edukasi “Tanggap Alergi”.
Program ini ditujukan untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai alergi serta menyediakan advokasi bagi masyarakat dalam menangani alergi. Kegiatan ini digelar selama satu minggu, dari tanggal 7 sampai 11 November 2016 di 10 klinik di Surabaya.
Perubahan pola kehidupan masyarakat modern membuat angka kejadian penyakit alergi semakin meningkat dari tahun ke tahun, terutama kasus alergi pada anak. Data World Allergy Organization (WAO) dalam The WAO White Book on Allergy: Update 2013 menunjukkan bahwa angka prevalensi alergi mencapai 10-40 persen dari total populasi dunia.
Risiko alergi yang meningkat ternyata belum diikuti dengan pemahaman serta penanganan alergi yang tepat dari orangtua. Menurut DR. dr. Sulistiawati, M.Kes., Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat – Kedokteran Pencegahan, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, mengatakan selama ini masih banyak orang tua yang belum memahami cara mengenali gejala alergi yang tepat tetapi mencoba mengambil solusi sendiri.
"Untuk itulah dibutuhkan penyuluhan mengenai alergi yang berkelanjutan dan komprehensif, yang mudah dipahami sehingga orang tua dapat mengenali serta menangani risiko alergi dengan tepat agar anak tetap dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan kualitas hidup anak tetap terjaga,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Bisnis.com
Terkait dengan edukasi yang berkelanjutan dan komprehensif, Dokter Keluarga memiliki peranan yang sangat penting karena mereka berada di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat satu, Sehingga banyak masyarakat yang dapat terpapar tentang penyuluhan dan penanganan yang tepat oleh Dokter Keluarga.
Prof. DR. dr. Budi Setiabudiawan, SpA(K), M.Kes., Konsultan Alergi Imunologi Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran menjelaskan, alergi merupakan bentuk reaksi sistem kekebalan tubuh terhadap sesuatu yang dianggap berbahaya walaupun sebenarnya tidak.
"Ini bisa berupa substansi pemicu alergi atau alergen yang masuk atau bersentuhan dengan tubuh. Terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko alergi pada anak, yaitu: riwayat alergi pada keluarga, kelahiran caesar, makanan tertentu atau sesuatu yang terhirup seperti polusi yang termasuk polusi udara dan asap rokok,” ujarnya
Dari berbagai faktor pemicu, makanan merupakan salah satu masalah pemicu alergi yang paling sering dialami oleh anak. Sekitar 20% anak pada satu tahun pertama mengalami reaksi terhadap makanan yang diberikan. Secara global, 240 – 550 juta orang berpotensi menderita alergi makanan. Alergi makanan secara signifikan mempengaruhi kualitas hidup penderita, terutama pada anak-anak
Dampak alergi tersebut dapat mempengaruhi kualitas hidup anak seperti terbatasnya aktivitas belajar, bermain, sulit konsentrasi hingga sulit tidur.
Allergy & Asthma Foundation of America menyatakan bahwa alergi susu sapi merupakan salah satu alergi makanan yang paling banyak terjadi pada anak-anak. Studi di beberapa negara di seluruh dunia menunjukkan prevalensi alergi susu sapi pada anak-anak di tahun pertama kehidupan sekitar 2% sampai 5%.
Indikator paling tepat untuk deteksi dini alergi adalah melalui riwayat keluarga, karena alergi bersifat genetik. Pada kedua orang tua yang memiliki riwayat alergi dan memiliki manifestasi yang sama, anaknya akan berisiko 60-80% terkena alergi, bahkan pada orang tua yang tidak memiliki riwayat alergi, anak tetap memiliki risiko alergi sebesar 5-15 persen. Pemberian nutrisi yang optimal pada awal kehidupan, dapat mengurangi risiko alergi karena anak dengan alergi dapat berkembang secara optimal dengan didukung nutrisi yang tepat. ASI merupakan yang terbaik bagi bayi dan anak yang mengalami alergi.
Lebih lanjut dijelaskan oleh Prof. DR. dr. Budi Setiabudiawan, SpA(K), M.Kes,” Apabila anak terdiagnosis alergi protein susu sapi, ASI harus tetap diberikan, namun Ibu harus mengeliminasi susu sapi dan produk turunannya dalam diet sehari-hari, contohnya seperti sup krim, pudding dengan saus susu, pancake, dan lain sebagainya. Dan segera konsultasikan dengan dokter anak mengenai asupan nutrisi serta penanganan untuk anak, selama masa treatment asupan nutrisi anak harus menghindari protein susu sapi dan diberikan protein terhidrolisa ekstensif, protein asam amino bebas atau isolate protein soya sebagai alternatif nutrisi.”
Ahmad Hamdani, Healthcare Nutrition Director Nutricia Sarihusada, mengatakan, “Alergi tidak saja berdampak pada tingkat kesehatan di kemudian hari, tapi juga dapat berdampak pada produktivitas penderita alergi. Sarihusada sebagai perusahaan yang memiliki komitmen untuk mendukung serta mendampingi orang tua dalam masa tumbuh kembang anak, termasuk anak dengan alergi ataupun anak yang berisiko alergi, berkomitmen dalam mengedukasi dan mengajak masyarakat untuk tanggap alergi dengan program 3K, yang merupakan salah satu langkah praktis dalam mengatasi alergi pada anak yaitu Kenali, Konsultasikan, dan Kendalikan. Edukasi ini dilakukan baik melalui penyuluhan langsung ataupun informasi yang didapatkan di website alergianak.com.
Lebih lanjut Ahmad Hamdani mengatakan, “Mencegah lebih baik daripada mengobati alergi, kami mendorong setiap orangtua untuk mengingat 3K (Kenali, Konsultasikan, dan Kendalikan) sebagai pengetahuan untuk melakukan diagnosa alergi sejak dini serta memberikan nutrisi yang tepat di awal kehidupan.”