Presenter Raffi Ahmad menunjukan album perdananya bersama istrinya Nagita Slavina yang bertajuk Kamulah Takdirku di Jakarta, Senin (4/5/2015)./Antara-Muhammad Adimaja.
Fashion

Mengintip Peluang Bisnis Barber Panggilan untuk Seleb

Wike Dita Herlinda
Sabtu, 12 November 2016 - 13:33
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Saat ini, semakin banyak pria urban yang sadar gaya untuk menunjang aktivitas sosial dan kariernya. Maka, tidaklah mengherankan jika sekarang begitu banyak kaum Adam yang tidak malu-malu lagi berdandan dan bersolek.

Pergeseran paradigma tentang ‘pria pesolek’ di benak masyarakat modern melahirkan sebuah tren gaya hidupmale grooming experience. Lihat saja, salon-salon khusus pria (barbershop) kekinian hingga produk rambut mulai dari sisir hingga pomade makin menjamur.

Namun, di sela-sela booming tukang pangkas kekinian khusus pria, muncul ide-ide kreatif dari sebagian generasi millennial untuk membuka jasa male grooming yang lebih private. Mereka adalah orang-orang yang memanfaatkan tren pria pesolek dengan caranya sendiri.

Alih-alih membuka gerai barbershop kekinian, mereka justru memilih menjadi tukang pangkas pribadi atauhome-delivery barber demi membidik segmen pasar yang lebih eksklusif; seperti para selebritas, ekspatriat, atau bahkan pejabat negara.

Salah satu anak muda kreatif yang memilih menjadi private barber spesialis adalah Nikasius Dirgahayu. Sebut saja, beberapa pelanggan setianya a.l. Raffi Ahmad, Raditya Dika, Dennis Adhiswara, Adipati Dolken, hingga pejabat negara seperti Hidayat Nur Wahid.

Pria yang akrab disapa Nick itu mengawali kariernya sejak akhir 2012. Mulanya, lulusan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) itu sering dimintai tolong memangkas rambut teman-temannya. Dia pun belajar tentang hair stylingsecara otodidak dari pengalaman itu.

Lulus kuliah, dia tidak langsung menjadi barber. Dia memilih bekerja kantoran, tetapi menyambi sebagai penjual produk rambut khusus pria seperti pomade. Hingga suatu ketika dia kembali dimintai tolong temannya untuk memangkas rambut seorang klien.

“Pertama kali saya dibayar seharga Rp50.000. Dari sana lantas saya semakin menemukan passion saya di dunia tata rambut. Akhirnya saya mulai belajar langsung dari tiga barberprofesional asal AS untuk meningkatkan teknik styling,” ujarnya saat dihubungi Bisnis.

Di tengah booming salon kekinian khusus pria sejak 2012, Nick justru memilih untuk menjajakan jasanya dengan sistem home delivery. Tujuannya adalah untuk menjaga kualitas kerja dan kepuasan pelanggannya.

“Kalau kita bicara barbershop, saat ini banyak sekali salon yang mempekerjakan tukang pangkas ala kadarnya dengan kemampuan memotong rambut dan styling yang biasa-biasa saja. Hanya saja mereka ditunjang interior bagus dan ruangan ber-AC,” ujarnya.

Bahkan, secara gamblang dia mengaku hingga saat ini belum ada satu punbarbershop di Jakarta yang memenuhi kualifikasi sebagai barbershop yang baik. “Mereka hanya berbisnis. Berbeda dengan saya, barber panggilan yang memang menjalankannya denganpassion.”

Sebuah barbershop, menurut hemat Nick, seharusnya bukan sekadar tempat untuk pangkas rambut, tetapi juga tempat bersosialisasi, mengobrol, menemukan teman baru, dan berinteraksi. Kiblat barbershop yang ideal itu adalah Amerika Serikat.

“Jadi ada koneksi yang bagus antara barber dengan konsumen. Beda dengan di sini. Di barbershop, ketika orang mengantri, mereka tidak bicara satu sama lain. Selesai potong rambut, lalu sudah begitu saja. Hubungannya hanya sebatas bisnis,” tuturnya.

Hal itu juga menjadi alasan mengapa dia memutuskan menjadi private barber. Sebab, dia bisa membangun kedekatan dengan konsumennya. Dia bisa menganggap konsumennya sebagai teman untuk saling curhat dan membangun relasi yang lebih personal.

Selain itu, dia bisa mendapatkan konsumen pria dandy yang lebih eksklusif. Mulai dari selebritas, pejabat, hingga ekspatriat. Namun demikian, dia juga meladeni permintaan dari pasien di rumah sakit atau warga manula yang sudah tidak mampu keluar rumah lagi.

Untuk mendapatkan jasanya, Nick mematok harga sekitar Rp100.000 untuk potong rambut saja. Uniknya, setiap kali berulang tahun, dia menaikkan tarifnya Rp25.000. Itu belum termasuk ongkos delivery senilai Rp10.000/km dimulai dari daerah Tebet, Jakarta Selatan.

Berbagai variasi gaya rambut classic cut yang menjadi spesialisasinya pun dia tawarkan, mulai dari potonganpompadour, flip back, flat tops, undercut, hingga teknik gradasi, low fit,dan high fit.

 KURANG APRESIASI

Bagaimanapun, dibalik bisnisnya yang cukup prospektif itu, Nick mengaku profesi sebagai barber masih kurang diapresiasi secara profesional di Indonesia. Barber hanya dipandang sebagai tukang pangkas rambut, yang tidak membutuhkan pendidikan tinggi.

“Kendalanya, belum banyak orang Indonesia yang bisa menghargai profesionalisme seorang barber. Di AS, jasa barber dihargai US$35—US$50, sedangkan di Indonesia barber seharga Rp100.000 saja sudah dibilang mahal,” keluhnya.

Selain itu, dia berpendapat banyak barbershop di Indonesia saat ini didirikan karena latah. Karena saat ini banyak barbershop kekinian, banyak orang yang ikut-ikutan membuat bisnis tersebut padahal mereka sama sekali tidak memahami dunia tata rambut.

“Di AS, orang membuka barbershop karena dia profesional dan punya passion di situ. Namun, kalau di sini,barbershop banyak didirikan pebisnis yang merekrut tukang pangkas. Akhirnya, ketika tukang pangkasnya hengkang, mereka kesulitan meneruskan bisnisnya.” 

Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro