Bisnis.com, JAKARTA -- Bagi Anda yang memiliki bayi prematur perlu mewaspadai kondisi mata anak. Para dokter pun minta orang tua untuk lebih cermat, terutama bagi yang mengalami masalah saat persalinan.
Ketua Layanan Children Eye & Squint Clinic JEC @ Kedoya Ni Retno Setyoningrum mengatakan bahwa pengamatan tersebut diarahkan kepada kondisi retina mata anak.
“Retina adalah organ yang sangat vital dari seluruh jaringan di dalam rongga mata yang berfungsi untuk menangkap rangsangan cahaya dan mengirimkan rangsangan ke otak sehingga dapat melihat suatu objek,” papar dr. Ni Retno Setyoningrum, SpM(K), Ketua Layanan Children Eye & Squint Clinic JEC @ Kedoya.
Retina, lanjut dia, memerlukan suplai darah dan pada kondisi normal suplai darah retina dimulai pada usia kehamilan 16 minggu dan terbentuk secara sempurna pada umur kehamilan sampai dengan 42 minggu.
Pertumbuhan pembuluh darah bayi yang lahir prematur belum sempurna dan akibat terpajan oksigen tinggi, pertumbuhan pembuluh darah akan terhenti dan dapat terjadi kelainan jaringan berupa timbulnya pembuluh darah retina baru yang tidak normal (neovaskularisasi).
Neovaskular ini dapat menimbulkan komplikasi berupa perdarahan ke dalam rongga mata (vitreus) atau tarikan pada retina hingga terlepas (retinal detachment). “Kondisi ini disebut sebagai retinopathy of prematury [ROP] yang berpotensi menyebabkan kebutaan permanen pada bayi.”
Pada umumnya, ROP menyerang bayi prematur, lahir dari usia kehamilan ibu kurang dari 32 minggu dan berat badan lahir rendah atau kurang dari 1.500 gram. Kemudian lahir pada usia kehamilan ibu lebih dari 32 minggu atau berat badan 1.500 – 2.000 gram atau dengan kondisi klinis yang dianggap berisiko tinggi (kelainan jantung, paru, kelainan darah dan lainnya).
Selanjutnya, lahir dengan faktor risiko seperti terapi oksigen, hiposekmia (rendahnya kadar O2 dalam darah) dan penyakit penyerta lain seperti sepsis dan perdarahan otak. “Bayi prematur dengan ROP berpeluang mengalami kelainan mata seperti minus tinggi, juling atau strabismus, mata malas, katarak, glaukoma dan retinal detachment.”
Karena itu diperlukan screening berkala setiap 6 bulan sampai bayi berusia 3 tahun. Dan untuk mencegah kebutaan akibat ROP, perlu koordinasi antara dokter spesialis anak dengan dokter mata.
BACA JUGA :
Pencegahan Dini
Lebih lanjut, Ni Retno menuturkan kebutaan permanen akibat ROP sebenarnya dapat dicegah dengan tindakan medis tertentu, apabila kondisi ini dideteksi secara dini dan penanganannya tergantung pada derajat penyakit. Pada ROP derajat ringan seringkali tidak perlu dilakukan terapi, tetapi observasi ketat tetap diperlukan.
Pada kondisi ROP lebih berat dapat dilakukan tindakan krioterapi pada daerah retina yang mengalami kerusakan. Dengan begitu, sebagian besar retina yang masih sehat dapat diselamatkan.
Adapun tindakan bedah retina dapat dilakukan pada ROP yang sangat berat, tetapi keberhasilannya sangat relatif. Deteksi dini yang akurat memerlukan keahlian dan alat-alat khusus.
Selain pemeriksaan konvensional dengan oftalmoskopi, pemeriksaan retina pada bayi prematur juga dapat dilakukan dengan RetCam (Retinal Camera).
RetCam adalah alat noninvasif berupa kamera digital yang dapat melihat dan merekam langsung retina bayi sehingga tim dokter dapat menganalisis dan merencanakan tindakan yang lebih tepat.
Kelebihan Retcam lainnya adalah dapat mendeteksi bayi atau anak-anak yang diduga menderita kelainan retina, selain ROP, seperti toksopiasma dan retinoblastoma (tumor mata ganas pada anak-anak).
Pemeriksaan retina pada bayi prematur dapat dilakukan mulai usia 2 – 4 minggu setelah kelahiran. Apabila bayi masih berada dalam inkubator, pemeriksaan dengan RetCam dapat dilakukan di dalam inkubator.
Dokter mata Damara Andalia menyebutkan bahwa Rumah Sakit Mata JEC memiliki RetCam generasi terkini yang portable sehingga dapat dibawa ke tempat bayi dirawat (RetCam Shuttle). Dengan begitu bayi prematur tidak perlu dipindahkan dan kondisinya tetap terjaga.
Selain fasilitas RetCam, JEC memiliki program pemeriksaan awal untuk mendeteksi gejala penyakit mata yang dapat mengancam penglihatan, bernama “Eye Check”. Dia memastikan, hanya dalam waktu 15 menit pasien sudah dapat mengetahui apakah berisiko terkena katarak, glaukoma serta masalah pada retina, kornea dan penyakit mata lainnya.
Eye Check tidak menimbulkan rasa sakit. Ini merupakan pemeriksaan non-invasif sehingga pasien hanya akan merasakan sedikit ketidaknyamanan dan sedikit silau akibat lampu flash.
Pemeriksaan ini juga tidak memerlukan obat tetes untuk membesarkan pupil mata, tetapi cuma membutuhkan obat pelumas mata bagi pasien yang memiliki mata kering.
Dalam pemeriksaan, petugas akan mengambil gambar digital dari bagian depan dan bagian belakang mata pasien. Kemudian gambar mata tersebut akan dibaca oleh petugas terlatih yang bersertifikat.
Hasil berupa laporan tersebut juga diberikan kepada pasien berupa hard copy atau soft copy yang memunculkan gambar digital mata. Hasil pemeriksaan ini pun akan mengeluarkan rekomendasi apakah pasien membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut oleh dokter spesialis mata atau tidak.