Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan medis percaya bahwa risiko terjadinya Penyakit Ginjal Kronik atau PGK pada perempuan hampir sama tingginya dengan kaum laki-laki.
Ketua Pengurus Besar Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) dr. Aida Lydia bahkan meyakini risiko terjadinya PGK pada perempuan lebih tinggi dari laki-laki.
"Berdasarkan beberapa studi, PGK lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki dengan rerata prevalensi sebesar 14% pada perempuan dan 12% pada laki-laki," ujarnya di sela-sela peringatan Hari Ginjal Sedunia di Jakarta, belum lama ini.
Kendati prevalensi penderita PGK perempuan lebih tinggi, tetapi perempuan yang menjalani dialisis lebih rendah dibandingkan dengan pria.
Dia menengarai setidaknya ada tiga alasan utama kondisi tersebut terjadi dan yang pertama adalah perjalanan PGK yang lebih lambat pada perempuan.
Selanjutnya yakni hambatan psiko-sosioekonomi, seperti rendahnya kesadaran akan penyakit ginjal yang mengakibatkan keterlambatan atau tidak dimulainya dialisis.
Kemudian akses kesehatan yang tidak merata yang masih menjadi masalah utama di negara-negara yang tidak memiliki jaminan layanan kesehatan semesta.
Pada 8 Maret 2018, masyarakat internasional memperingati Hari Ginjal Sedunia (World Kidney Day/WKD), sebuah inisiatif bersama yang diselenggarakan oleh International Society of Nephrology (ISN) dan International Federation of Kidney Foundations(IFKF).
Bagi Pernefri, WKD hakekatnya menjadi momentum untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap kesehatan ginjal, khususnya kaum hawa. Mereka yakin saat ini sudah lebih dari 195 juta perempuan di dunia terkena gangguan ginjal.