Bisnis.com, JAKARTA - Berdasarkan Data dari Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Nasional pada 2016, terjadi peningkatan beban biaya kesehatan untuk pelayanan penyakit Katastropik, termasuk Gagal Ginjal.
Menurut dr. Zamhir Setiawan, Kepala Sub Direktorat Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, Kementerian Kesehatan, pada 2014 penyakit Katastropik menghabiskan biaya kesehatan sebesar Rp8,2 triliun, pada 2015 Rp13,1 triliun dan meningkat lagi pada 2016 menjadi senilai Rp13,3 triliun.
"Dan satu tahun terakhir, Gagal Ginjal sudah menjadi penyakit Katastropik nomor dua setelah penyakit Jantung yang paling banyak menghabiskan biaya kesehatan," ujarnya, saat peringatan Hari Ginjal Sedunia di Jakarta, belum lama ini.
Pada beberapa tahun sebelumnya, kanker menempati urutan kedua penyakit yang menghabiskan biaya kesehatan terbesar, tetapi pada 2017 Gagal Ginjal sudah menggesernya.
Beban biaya kesehatan ini dinilai menjadi salah satu indikator peningkatan penyakit Gagal Ginjal di Indonesia, selain hasil dari berbagai riset yang telah dilakukan oleh para pihak terkait, beberapa tahun terakhir.
Data Global Burden of Disease menunjukkan, penyakit Ginjal Kronis merupakan penyebab kematian nomor 27 dunia pada 1990 dan naik menjadi urutan 18 pada 2010.
Sementara Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2013 menyimpulkan prevalensi penduduk Indonesia yang menderita Gaga] Ginjal sebanyak 0,200 atau 2 orang per 1000 penduduk dan prevalensi Batu Ginjal sebanyak 0,600 atau 6 orang per 1000 penduduk.
Adapun daerah dengan prevalensi penyakit Gagal Ginjal tertinggi adalah Provinsi Sulawesi Tengah dengan angka 0,5% dan berdasarkan jenis kelamin, prevalensi Gagal Ginjal pada pria sebesar 0,3%, lebih tinggi dari wanita yang hanya 0,20%.
Dari catatan Kemenkes, lanjut dr. Zamhir, jumlah pasien hemodialisis, baik pasien baru maupun pasien aktif, sejak 2007 sampai 2016 mengalami peningkatan, terutama pada 2015 hingga 2016. Berdasarkan usia, pasien hemodialisis terbanyak adalah kelompok usia 45--64 tahun.