Bisnis.com, JAKARTA -- Memiliki asisten rumah tangga (ART) merupakan hal yang lumrah bagi sebuah keluarga dengan tingkat kesibukan orang tua yang tinggi.
Di era modern, banyak dari para ibu yang memiliki karier sama sibuknya dengan sang ayah sehingga membutuhkan peran dari asisten rumah tangga untuk membantu mengerjakan berbagai pekerjaan hingga mengasuh anak.
Tidak sedikit para orang tua yang sering salah kaprah lantas selalu menyuruh asisten rumah tangganya untuk ikut mengurus atau membantu berbagai keperluan si anak. Padahal, perlakuan tersebut berlebihan dan tidak baik untuk perkembangan serta pembelajaran kemandirian bagi si anak.
“Tidak semua pekerjaan di dalam keluarga harus dilakukan oleh asisten rumah tangga, apalagi untuk keperluan anak,” ujar Muhamad Nanang Suprayogi, akademisi psikologi di Universitas Binus.
Dia memandang, anak harus diajari kemandirian sehingga banyak pekerjaan di rumah yang perlu dikerjakan sendiri oleh si anak. Orang tua harus yakin bahwa tantangan ke depan hanya akan dapat dimenangkan oleh anak yang memiliki kemandirian.
Kalau sejak kecil si anak sudah dimanjakan dengan asisten rumah tangga, setelah dewasa dia akan mengalami kecenderungan tidak siap menghadapi berbagai persoalan atau tantangan karena memiliki ketergantungan terhadap orang lain. Oleh karena itu, sejak kecil, pekerjaan-pekerjaan yang bisa dilakukan oleh anak sebaiknya langsung diajarkan kepada si anak.
“Di negara-negara maju, anak sudah diajarkan kemandirian sejak kecil. Seperti soal makan, umur 2 tahun si anak sudah disuruh makan sendiri, tidak lagi disuap atau dikejar-kejar saat makan.”
Namun, lanjut Muhamad Nanang, seandainya ada pekerjaan yang belum mampu dikerjakan oleh sang anak, maka perlu diberikan bantuan. Itu pun, seandainya orang tua masih bisa melakukannya, maka akan lebih baik dibantu terlebih dahulu oleh orangtuanya sendiri.
Tindakan ini, bagi si anak, bukan sekadar bantuan, tetapi dapat mempertebal ikatan emosional. Si anak akan merasa mendapat perhatian dari orangtuanya atas bantuan tersebut, dengan begitu akan terbangun ikatan psikologis yang dirasakan anak.
KELEKATAN
Salah seorang psikolog Ihsan Gumilar mengungkapkan bahwa setiap manusia yang lahir memiliki kecenderungan merasakan attachment atau kelekatan dengan keluarga. Hal ini menjadi kebutuhan psikologis sejak lahir hingga meninggal dunia, hanya saja bentuknya berubah-ubah.
Kelekatan ketika masih bayi dan anak-anak biasanya kepada orang tua, khususnya ibu. Namun setelah remaja, kelekatan itu berubah dalam bentuk lain, seperti mencurahkan perasaan hati dan sebagainya.
Setelah dewasa, mempunyai pasangan hidup dan bahkan anak sendiri, kelekatan tersebut juga akan berubah dan bisa beralih, misalnya lebih lekat dengan anak atau cucu. Namun dari semua perubahan bentuk tersebut, kelekatan yang paling penting adalah kelekatan pada saat masih bayi dan anak-anak.
Bila dalam kondisi tertentu, lanjut Nanang, ketika orang tua memang sama sekali tidak dapat membantu, misalnya karena kesibukan pekerjaan, barulah diminta bantuan asisten rumah tangga.
“Tetapi orang tua juga harus memastikan bahwa asisten rumah tangga sudah mengerti akan pekerjaan yang dilakukan bagi si anak.”
Hal itu karena tidak semua asisten rumah tangga dibekali pengetahuan dan ketrampilan bagaimana menghadapi perilaku anak.
Bila orangtua ingin agar asisten rumah tangga ikut membantu mengurus anaknya, kata Nanang, mereka perlu memberikan pelatihan atau pemahaman kepada asisten rumah tangganya. Itu pun untuk pekerjaan tertentu yang memang sulit dikerjakan oleh anak.
“Kalau soal menyiapkan buku-buku pelajaran, itu bisa dilakukan oleh si anak sendiri. Asisten rumah tangga bisa saja membantu seperti dengan menyiapkan seragam sekolah, tetapi itu pun saya sarankan tidak selalu dilakukan oleh asisten rumah tangga.”
Pada tahap awal, lanjut dia, boleh-boleh saja kedua pekerjaan tersebut dilakukan oleh asisten rumah tangga. Namun dalam perjalanannya, si anak harus diajarkan bagaimana memersiapkan buku-buku pelajaran dan seragam sekolahnya dan selanjutnya melakukannya sendiri.