Bisnis.com, JAKARTA--Wastra atau kain tradisional, sebagai aset milik Indonesia harus dilindungi dan dilestarikan. Mewujudkan hal tersebut tidak cukup hanya dengan menetapkan sebagai warisan budaya, tetapi juga menjamin keberlangsungan produksi kain nusantara.
Hal ini menjadi penting karena kain tradisional bukan hanya produk budaya. Kain tradisional juga bisa menjadi identitas dari komunitas yang beragam. Bukan persoalan harus go international saja untuk melestarikan wastra itu sendiri, justru yang paling utama wastra semakin mendapatkan tempat di jagat fesyen Indonesia.
Melalui tangan kreatif perancang busana, kain tradisional seperti batik sampai dengan tenun disulap menjadi sebuah karya yang berkelas. Bahkan, tak hanya untuk dinikmati bagi para pecinta fesyen atau untuk kebutuhan komersial, namun juga semakin dilirik korporasi sebagai busana identitas perusahaan.
“Jika korporasi banyak yang menggunakan wastra berarti bagus dan positif untuk mendorong kain tradisonal untuk berkelanjutan,” kata desainer Musa Widyatmodjo kepada Bisnis, Jumat (17/8/2018)
Musa menjadi salah satu desainer senior yang dipercaya menangani desain seragam dari beberapa korporasi ternama, mulai dan perbankan, maskapai penerbangan, perhotelan, dan beberapa perusahaan industri lainnya.
“Saya pernah diminta korporasi perbankan dan hotel untuk membuat seragam dengan kain asli teknik tradisional. Wastra asli saya terapkan bukan hanya sekadar kombinasi atau aksen tapi sebagai bahan utama,” katanya.
Lini pakaian seragam tersebut dibuat melalui brand Musa.Co yang berada di bawah naungan PT. Musa Atelier yang bergerak dalam bidang desain dan produksi.
Yang terbaru, Musa mengatakan diminta untuk merancang seragam PT Gapura Angkasa dengan mengangkat tema ‘Sinergi Sejagad’. Hal ini merupakan sebuah inovasi dari perpaduan konsep batik berpola terang bulan dan sekar jagad. Terinspirasi dari desain motif batik baru yang menggambarkan harmonisasi jaringan lingkar keabadian menjadi garis bentuk ruang desain berpola modern yang disi oleh aneka ragam motif batik Indonesia.
“Memang motifnya terinspirasi dari wastra batik nusantara. Tekniknya menggunakan printing modern yaitu digital diatas bahan untuk suiting, sebuah terobosan dalam industri tekstil nasional,” kata Musa.
Menurut Musa dalam merancang pakaian seragam korporasi memiliki tantanga yang berbeda. Paling utama adalah memahi apa yang dibutuhkan perusahaan, baik untuk perkerja di lapangan dan di dalam ruangan. Misalnya antara pekerja yang membawa lat berat dan pekerja yang membersihkan pesawat tentu berbeda. “Dilihat berat jenis bahan pakaiannya seberapa ringan dan tebal, dari segi model dilihat dari fleksibilitasnya mudah bergerak atau tidak,” jelasnya.
Selanjutnya tak hanya batik, kini tenun ikat juga mulai diapresiasi korporasi. Desainer Didiet Maulana mengatakan demam tenun ikat mulai naik sejak 2011, hingga saat ini tenun mulai dirambah sektor korporasi.
Dia mengaku tengah berupaya konsisten untuk membagun semangat kolaboratif yang tinggi antara sebagai desainer bersama dengan korporasi. Untuk itu dia memebuat lini seragam dengan nama “Sarupa”. Dia menerangkan Sarupa berasal dari kata Bahasa Indonesia “serupa” yang memiliki makna berbeda, namun tetap disatukan lewat sebuah desain.
Didiet melihat kepedulian dari korporasi terhadap lingkungan semakin tinggi. Korporasi mampu melihat tenun sebagai sesuatu yang baru dan unik untuk dikolaborasikan dengan kebutuhan perusahaan. " Kami melakukan riset untuk menemukan bagaimana kebutuhan korporasi, karena untuk menciptakan keindahan harus ada proses. Keindahan tenun tidak hanya dilihat pada proses akhirnya melainkan dari hulur ke hilir
Dia melanjutkan sebuah perusahaan meskipun telah berusia puluhan tahun akan tetap berkomitmen untuk mejaga relevansinya dengan hal yang kekinian, tanpa menghilangkan tradisi. Salah satu cara yang dilakukan adalah memilih kain tenun sebagai bagian dari perusahaan melalui sebuah seragam.
Sepanjang 45.000 meter kain tenun Troso disulap menjadi busana oleh sang maestro tenun ikat, Didiet Maulana. Tenun Troso adalah kriya tenun Jepara dari desa Troso, kain tersebut didesain menjadi rangkaian seragam kantoran modis. Busana tersebut merupakan hasil kolaborasi perusahaan jasa keuangan, PT Bank Central Asia (BCA) untuk seragam korporasi terbaru mereka.
Didiet menjelaskan, untuk mewujudkan busana tersebut harus melalui proses dua tahun mulai dari riset dan proses penenunan, ditambah proses pembuatan seragam selama enam bulan. Sebanyak 500 workshop dengan total 2.500 tenaga penenun dilibatkan dalam pembuatan busana ini.
Dari sisi motif, dia mengambil simbol cengkeh sebagai identitas korporasi kemudian digabungkan dengan inspirasi motif tenun Indonesia lainnya.Motif cengkeh dibuat mirroring sehingga motif saling terikat untuk emnggambarkan banyak keberagaman namun saling terikat.
Sementara itu, Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja berharap seragam yang didesain sepenuh hati tersebut bisa membuat para karyawan memiliki rasa bangga. Sebab, seragam tersebut didesain dan dipersiapkan dengan baik. "Kami harap ini mendorong loyalitas, dedikasi dan kebanggaan," kata Jahja.
Sebagai produk khas Indonesia, dia berharap tenun ikat ini menjadi salah satu yang bisa diakui internasional sebagai karya anak bangsa bukan diklaim negara lain. Dia menambahkan tenun juga dapat meningkatkan perekonomian negara, dengan memakakai kain tenun menjadi busana identitas perusahaan menjadi dorongan para perajin tenun untuk terus berkarya. “Kita harapkan perusahaan lain juga memiliki passion yang sama, sehingga kerajinan tenun dapat bergulir terus,” tambahnya.
Lebih jauh, pengamat ekonomi Agustinus Prastyantoko menyampaikan bahwa tenun ikat sangat potensial dijadikan produk ekspor.Industri tenun dan batik mampu memberikan kontribusi cukup besar terhadap perekonomian nasional dengan nilai ekspor yang mencapai US$151,7 juta pada 2016. Dia mencontohkan negara Afrika bisa menjadi pangsa pasar bagi produsen tenun ikat.
"Afrika punya batik juga, makanya ada sense. Saya kira kalau tenun dibawa ke sana akan mudah diterima," kata dia.
Dia mengatakan sepanjang terdapat peningkatan kapasitas baik dari sisi produksi ataupun pembiayaan, dia optimistis ekspor tenun ikat bakal melonjak. Selain itu, komoditas ini bisa dioptimalkan untuk menarik wisatawan mancanegara melalui desa wisata khusus perajin tenun ikat.
Apabila hal tersebut terjadi,lanjutnya, neraca transaksi berjalan (current account) dapat kembali surplus dalam jangka menengah panjang. "Saya kira perlu upaya mengaitkan potensi lokal dengan yang lain seperti pariwisata. Kalau itu terjadi masif, itu bisa selamatkan perekonomian dari defisit transaksi berjalan," kata dia.