Bisnis.com, JAKARTA – Kain tenun asal Sumba Timur dengan motif hewan dan warna khas merah masih menjadi primadona di Indonesia. Ada pun salah satu pegiat tenun khas Sumba Timur ini adalah Rambu Naomi.
Ditemui di Semesta Gallery, Rambu Naomi bercerita pengalamannya mengupayakan pelestarian tenun Sumba Timur. Anak bungsu dari 8 bersaudara ini mengaku sudah menenun sejak masih kecil, alasannya sebagai perempuan, menenun adalah warisan keluarga dan para leluhurnya.
Karena konsistensinya menenun, dia pun menjadi Ketua Kelompok Perajin Tenun di desanya, Kampung Pau, Desa Watuhadang, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Nama komunitas perajin itu adalah Ranjung Pahamu.
“Saya sejak kecil diajarkan oleh nenek saya, turun-temurun. Saya mengembangkan tenun Pahikung di Kampung Adat Pau, tujuan menenun ini untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga,” kata Rambu Naomi kepada Bisnis, Selasa (13/11/2018).
Naomi menerangkan, jumlah anggota komunitas tenun di Kampung Adat Pau sudah lebih dari 10 orang. Selain menenun, Naomi juga mendistribusikan, dan menjual karya tenun it uke daerah. Salah satunya di Semesta Gallery.
Adapun yang menarik, kata Naomi, adalah tidak hanya warga yang tercatat sebagai anggota komunitas saja. Bagi warga desa lain ataupun yang belum tercatat bisa mendistribusikan hasil tenun kepada Naomi.
Ada pun transaksi jual-beli kerajinan tenun hasil karya warga Kampung Pau, Desa Watuhadang, dan desa di sekitarnya setiap Kamis dan Jumat. Setelah melakukan transaksi jual-beli, para peneun juga langsung pergi ke pasar kota kecamatan untuk membelanjakan kebutuhan hidup sehari-hari.
Naomi menyebut, era media sosial yang sangat transparan bisa menjadi salah satu peluang dia untuk terus mempromosikan keindahan tenun Sumba Timur dengan keragaman motifnya. Dengan terus mengampanyekan tenun Sumba Timur, Naomi percaya kesenian dan budaya ini bisa dilestarikan.
Perempuan kelahiran 24 November 1987 ini mengaku tantangan tenun Sumba saat ini adalah pewarnaan tenun menggunakan bahan-bahan alami. Naomi menegaskan, pewarna alam memang jauh lebih tahan lama ketimbang memakai pewarna kimia.
Beberapa pewarna alami yang biasa dipakai untuk menenun antara lain; dari akar mengkudu untuk warna merah, nila untuk warna biru, lumpur untuk warna hitam, dan kayu kuning, untuk warna kuning. Proses pewarnaan dalam tenun Sumba yang berupa songket, bukan tenun ikat, bisa memakan waktu dua sampai tiga minggu.