Bisnis.com, WINA - Indonesia prihatin atas bertambahnya jumlah negara yang melegalisasikan penggunaan ganja untuk tujuan non-medis dan rekreasi.
Penggunaan ganja bagi kepentingan rekreasional merupakan pelanggaran Konvensi Internasional. Sepatutnya negara-negara terus menjunjung komitmen internasional dan meningkatkan kerjasama internasional dalam memberantas penyalahgunaan narkoba.
Kritik membangun tersebut disampaikan Delegasi Indonesia pada Pertemuan Sesi ke-62 Komisi Obat-Obatan Narkotika (Commission on Narcotic Drugs/CND) di Markas PBB Wina, Austria, Senin (18/03/2019), khususnya dalam menanggapi laporan International Narcotics Control Board (INCB) tahun 2018 yang dikhususkan mengkaji risiko dan manfaat ganja bagi kepentingan medis, sains, dan penggunaan rekreasional.
Indonesia juga menekankan bahwa salah satu cara efektif untuk memberantas penyelundupan dan pengedaran narkoba secara ilegal adalah melalui penegakkan hukum secara tegas terhadap sindikat pengedar narkoba.
Pada kesempatan tersebut Indonesia menyayangkan laporan tahunan INCB tetap mencantumkan rekomendasi yang mendorong penghapusan hukuman mati terhadap kasus narkoba yang masih dianut oleh banyak negara. Indonesia mengingatkan INCB dan seluruh delegasi pada Pertemuan bahwa isu hukuman mati berada di luar mandat INCB. Untuk itu, Indonesia meminta agar INCB dapat menjalankan tugas sesuai mandat yang diberikan, yakni melakukan pengawasan terhadap kepatuhan negara-negara dalam mengimplementasikan Konvensi 1961, 1971, dan 1988.
Pada kesempatan terpisah, Duta Besar/Wakil Tetap RI di Wina, Darmansjah Djumala, menjelaskan bahwa isu hukuman mati banyak diangkat dalam pembahasan isu narkoba karena hukuman mati oleh sebagian negara dipandang melanggar HAM dan tidak efektif untuk menyelesaikan masalah penyalahgunaan narkoba.
“Negara-negara yang masih menerapkan hukuman mati untuk kasus-kasus kejahatan narkoba, termasuk Indonesia, berpandangan bahwa meskipun pendekatan HAM dalam mengatasi masalah narkoba merupakan hal penting, namun penerapan hukuman terhadap kejahatan terkait narkoba merupakan kedaulatan masing-masing negara,” ujar Djumala, seperti dikutip dari siaran pers KBRI Wina, Selasa (19/03/2019).
Penghapusan hukuman mati belum menjadi sebuah kesepakatan universal. Hingga saat ini tidak ada hukum internasional yang menghapuskan hukuman mati. Sementara, Pasal 6 International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) mengatur bahwa hukuman mati dapat dijatuhkan atas kejahatan yang sangat serius (most serious crime).
“Untuk Indonesia, kejahatan narkoba, dalam hal ini para pengedar, masuk dalam kategori kejahatan yang sangat serius,” imbuh Djumala.
CND merupakan pertemuan tahunan negara-negara pihak dan peninjau serta organisasi internasional terkait guna membahas isu-isu yang menjadi perhatian dan kepentingan bersama dalam pengawasan peredaran narkoba, serta merupakan ajang bagi negara-negara untuk meningkatkan kerja sama dalam memberantas penyalahgunaan narkoba. Sesi Reguler ke-62 CND diselenggarakan pada tanggal 18 – 22 Maret 2019, dengan terlebih dahulu diawali dengan Pertemuan Tingkat Menteri tanggal 14 – 15 Maret 2019.
Pertemuan Tingkat Menteri dihadiri oleh Presiden Bolivia dan Perdana Menteri Mauritius, 35 menteri kabinet, 64 pejabat setingkat menteri, serta lebih dari 500 delegasi mewakili negara-negara anggota dan peninjau CND serta organisasi internasional dan NGO. Delegasi RI dipimpin oleh Kepala BNN Komisaris Jenderal (Pol) Heru Winarko didampingi oleh Dubes/Watapri Wina selaku wakil ketua delegasi, serta beranggotakan perwakilan dari BNN, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Kesehatan, Polri, BPOM, dan KBRI/PTRI Wina.