Bisnis.com, JAKARTA – Pemilihan umum 2019 baru saja selesai digelar 17 April lalu. Pada ajang pesta demokrasi tahun ini terdapat dua pasangan calon presiden dan wakil presiden serta 245.106 calon anggota legislatif untuk DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Dari total calon legislator (caleg) tersebut, hanya 10% atau sekitar 20.500 orang saja yang berhasil duduk di kursi legislatif. Artinya akan ada lebih dari 200.000 orang yang kecewa karena gagal menjadi anggota dewan.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam mengatakan fenomena ini meninggalkan momok tersendiri bagi para caleg yang gagal, mereka akan mengalami stres luar biasa akibat ketidakmampuan mereka meraih harapan kursi tersebut.
Terlebih lagi, berdasarkan data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), terdapat lebih dari 3.000 caleg yang tidak mempunyai atau belum memiliki pekerjaan. Ada pula yang harus rela keluar dari pekerjaan karena merasa memiliki kans besar menjadi anggota legislatif.
Dana besar yang harus dikeluarkan selama masa kampanye juga menjadi beban tersendiri. Belum lagi jika uang yang didapatkan melalui pinjaman bank, pegadaian, bahkan rentenir atau aset-aset lain yang sudah digadai sebagai jaminan.
“Jika mereka tidak bisa mengembalikan pinjaman, aset akan disita. Kondisi ini jelas berpotensi menimbulkan kekecewaan dan stres yang cukup berat, apalagi bila rumah tangga berantakan akibat kondisi tersebut,” ujarnya.
Berangkat dari pengalaman pemilu 2009 dan 2014, akan terjadi peningkatan jumlah orang yang mengalami sakit jiwa akibat pemilu, mulai dari depresi, psikosis, bahkan bunuh diri.
Menurut Ari, kecewa dan stres menjadi faktor utama yang menyebabkan gangguan kejiwaan, mulai dari yang ringan hingga berat.
Dokter spesialis penyakit dalam ini mengatakan berbagai keluhan yang dapat timbul saat seseorang mengalami stres bisa merembet ke berbagai organ. Mulai dari sakit kepala, pusing melayang, tangan gemetar, sakit leher, nyeri punggung, dan otot terasa kaku.
Selain itu, akan banyak keringat dan dingin terutama pada ujung-ujung jari tangan dan kaki, gatal-gatal pada kulit tanpa sebab yang jelas. Di samping itu, akan ada pula sakit nyeri dada, nyeri ulu hati, mual, perut kembung dan begah serta diare.
Menurut Ari, stres yang terjadi juga dapat memperburuk penyakit-penyakit kronik yang sudah ada sebelumnya. Antara lain penyakit kencing manis, sakit jantung, stroke, hipertensi, penyakit rematik, baik sendi maupun non sendi.
Belum lagi, potensi gangguan seksual, gangguan buang air kecil, obesitas, kehilangan daya ingat, infertilitas, masalah tiroid, penyakit autoimun, asma bronkiale, serta sindrom iritasi usus.
Selain gangguan sistem organ, stres juga mengakibatkan gangguan kejiwaan berupa depresi hingga psikosis akut. “Gangguan fisik yang disebabkan faktor psikis ini sering disebut sebagai gangguan psikosomatik akibat adanya gangguan keseimbangan saraf otonom, sistem hormonal tubuh, gangguan organ-organ tubuh, serta sistem pertahanan tubuh,” jelasnya.
Sementara itu, Psikolog Klinis Liza M Djaprie mengatakan stres bisa terjadi karena seseorang tidak memiliki kecerdasan emosional dan tidak mampu menyeimbangkan antara ekspektasi dan realitas.
Apalagi jika sudah mengorbankan dan mempertaruhkan banyak hal, serta mengeluarkan banyak uang, tetapi kenyataannya segala yang sudah dikorbankan dan dipertaruhkan menjadi sia-sia karena gagal bertarung.
Liza mengatakan bahwa di dalam otak terdapat banyak sistem saraf yang diumpamakan seperti julur-julur kabel listrik.
Selama masa kampanye ketika mereka telah mengeluarkan dana dan mengorbankan banyak hal, julur-julur kabel ini terus memberi tekanan yang besar.
Ketika kalah, maka tekanannya akan semakin kuat sehingga terjadilah korsleting yang menyebabkan seseorang bisa stres. Namun, kondisi stres setiap orang berbeda-beda dan akan tergantung pada bagian mana korslet dan tekanannya terjadi.
“Kalau tekanan pada otak yang mengatur emosi maka akan suka marah-marah dan emosian, atau korsleting dibagian yang mengatur analisa maka akan terjadi halusinasi tidak bisa membedakan realitas dan imajinasi. Jika korsleting di bagian otak yang mengatur kemampuan beristirahat maka dia tidak bisa tidur atau insomnia,” jelasnya.
Jika telah terjadi tekanan yang begitu besar pada kejiwaan, harus segera dibawa ke rumah sakit jiwa untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Biasanya, pasien akan dirawat jika mengalami depresi kronis yang sampai mengarah pada kecenderungan menyakiti diri sendiri atau orang lain, atau insomnia parah sehingga tidak tidur selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan.
Pasien ini juga mengalami gangguan halusinasi yang parah, dan terus mengurung diri serta tidak lagi mampu bersosialisasi dengan orang lain.
Liza yang berpraktik di salah satu klinik kesehatan jiwa di Darmawangsa ini mengatakan seseorang bisa juga mendapatkan rawat jalan jika terus menerus menangis tetapi tidak menyakiti diri sendiri, insomnia tetapi masih bisa tidur.
“Itu tidak apa-apa rawat jalan tetapi harus ada terapi berkelanjutan, jika dibutuhkan ke psikiater dikasih obat penenang,” ujarnya.
Menurutnya, hal yang wajar saja jika seseorang mengalami stres karena kecewa akibat gagal bertarung.
Namun, biasanya persoalan kejiwaan tersebut akan stabil dalam kurun waktu 3 bulan hingga 6 bulan di saat mereka sudah kembali mencerna kondisinya dengan lebih baik dan mau menerima kenyataan.
“Kalau sudah lebih dari 6 bulan masih begitu saja responsnya berarti harus dibantu dengan bawa ke pskiater atau ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan,” tuturnya.
KECERDASAN EMOSI
Liza mengatakan untuk dapat memulihkan kondisi psikis, seseorang harus mampu mendekatkan diri pada Tuhan, menguatkan kecerdasan emosional dan spiritual, serta jangan menjadikan permasalahan tersebut terus berlarut-larut, dan mulailah untuk menerima kenyataan yang sudah terjadi. Hal senada disampaikan Ari, bahwa setiap yang bertarung dalam pesta demokrasi ini harus siap kalah dan menang serat siap menanggung dampak kekalahan.
“Usahakan tetap tidur dan makan teratur, berolahraga, hindari rokok dan minuman beralkohol serta suplemen yang memperburuk keadaan. Sebab, dampak stres akan bertambah buruk saat kelelahan,” tuturnya.
Sementara itu, Firdiansjah, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan mengatakan bahwa stres pascapemilu yang dialami para caleg memang telah menjadi perhatian dari Kemenkes.
Sektor kesehatan pun tetap siaga melayani masalah-masalah yang berhubungan dengan kejiwaan pascapemilu serentak ini, meskipun dia sendiri tidak dapat memprediksi besarnya jumlah caleg yang mengalami stres.
“Semua rumah sakit sudah diberikan arahan untuk betul-betul siap dengan kejadian yang tidak biasa ini. Semua rumah sakit umum, dan puskesmas pun semuanya diberdayakan dengan melakukan sebuah penyesuaian,” ujarnya dalam penjelasan resmi yang diterima Bisnis.