Bisnis.com, JAKARTA - Penataan ekosistem musik digital di Indonesia tengah diupayakan oleh sejumlah stakeholer untuk meraup potensi pendapatan yang mencapai US $1 miliar.
Board of Director Asosiasi Penerbit Musik Indonesia (Apmindo) Irfan Aulia Irsal mengatakan, potensi pendapatan tersebut didukung demografi Indonesia yang mencapai 260 juta jiwa dan pengguna internet yang menembus 175 juta. Irfan mengatakan, dari keseluruhan jumlah pengguna internet tersebut, sebanyak 85% diantaranya merupakan konsumen musik digital.
"Jadi potensinya bisa menembus US $1 miliar, kalau menggunakan asumsi rata-rata satu subcription itu US $7," kata Irfan.
Selain besar secara potensi, realisasinya juga tak kalah menggembirakan. Irfan mengatakan 90% pendapatan industri musik Indonesia tahun lalu berasal dari segmen digital. Selain itu, pelakunya terus mengalami peningkatan.
Dengan demikian, Irfan tak ragu bahwa masa depan musik digital di Indonesia akan cerah. Namun demikian, potensi tersebut arus juga diimbangi dengan penataan dan tata kelola yang tepat.
Sejak tahun lalu, Apmindo bersama dengan sejumlah kementerian terkait seperti Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Dirjen Pajak Kementerian Keuangan, Kantor Staf Presiden, dan sebagainya, tengah menggodok integrasi metadata hak cipta dan pembayaran royalti musisi.
Upaya tersebut dinamakan Project Portamento, dimaksudkan untuk mengatasi persoalan hak kekayaan intelektual. Portamento nantinya akan berbentuk aplikasi yang memudahkan musisi dalam meraih royaltinya secara digital.
Irfan mengatakan, saat ini sejumlah stakeholder industri musik tengah berembuk untuk membentuk kelompok kerja (Pokja). Ditargetkan pada Juli 2019 Pokja tersebut akan terbentuk. Sedangkan Portamento diperkirakan selesai 2 tahun setelah Pokja terbentuk.
"Outputnya integrasi ats metadata untuk hal cipta, dan untuk collection [royalti] dan report-nya menjadi transparan, tepat waktu, dan reliable," lanjutnya.
Portamento nantinya juga akan membedakan royalti penyanyi dan penulis lagu. Sehingga penyanyi yang merangkap penulis lagu akan mendapat dua jenis royalti.
Sementara itu, seiring dengan pengembangan tata kelola dan konsumsi yang semakin masif terhadap musik digital, kesadaran hak cipta pun kian membaik. Dari sisi pengguna sepertirumah-rumah karaoke serta berbagai platform digital sudah tertib membayar royalti dengan tepat waktu.
Irfan mengatakan kesadaran akan hak cipta saat ini jika dibandingkan dengan beberapa tahun ke belakang sudah jauh lebih baik meskipun harus terus didorong agar menjadi seperti yang diharapkan. Dia mengatakan, yang harus didorong agar lebih tertib dalam membayar royalti adalah pihak televisi dan radio.
"TV masih di bawah yang diharapkan [dalam hal pembayaran royalti], radio juga masih perlu disosialisikan," ujarnya.
Sementara itu dari sisi pelaku utama industri, yakni musisi, ada efek samping tambahan dari proses digitalisasi ini. Irfan mengatakan, karena dipasarkan di platform digital yang tidak mengenal sekat, maka para musisi diharuskan untuk bersaing dengan jutaan kreator musik dari seluruh dunia. Di sisi lain, secara proses bisnis, digitalisasi ini dinilai sangat memudahkan.
Irfan berharap tata kelola ekosistem musik digital segera rampung dan bisa dinikmati semua pelaku industri. Pada akhirnya, ketika penataan ini selesai, satu-satunya yang perlu dipikirkan oleh musisi adalah kreatifitas dalam berkarya.
"Tata kelola kan sedang dirapikan, ketika ini semua selesai, akan kembali ke kreatifitas musisi itu sendiri," ujarnya.