Bisnis.com, JAKARTA - Era digitalisasi telah merambah banyak sektor di kehidupan masyarakat saat ini, termasuk di dalamnya adalah industri musik. Kehadiran teknologi di era digitalisasi seperti sekarang bisa dibilang telah mengubah ekosistem musik dalam negeri.
Musisi Glenn Fredly menilai kondisi saat ini di tengah era disrupsi dan digitalisasi merupakan sebuah peluang sekaligus tantangan bagi para pegiat yang bergelut di industri musik lokal.
Peluangnya jelas bahwa digitalisasi menghadirkan sebuah format atau konsep baru dalam perkembangan model bisnis di bidang musik. Kehadiran berbagai platform digital menjadi perpanjangan tangan bagi para musisi untuk karyanya makin bisa dikenal luas oleh masyarakat.
Jelas saja, apabila musisi dahulu hanya mengandalkan penjualan CD dalam bentuk fisik dan konser musik sebagai sarana promosi dan mencari keuntungan, ditambah melalui medium media masa seperti televisi dan radio. Kini, musisi dalam negeri memiliki saluran baru yang jangkauannya lebih luas dari saluran yang ada sebelumnya.
Akan tetapi, hal tersebut juga bukan tanpa sisi lain yang bertolak belakang. Glenn menyebut bahwa derasnya arus digitalisasi juga membawa angin badai terhadap eksistensi musik dan lagu-lagu lokal di negeri sendiri.
Pasalnya, dengan adanya digitalisasi yang menggunakan teknologi internet, hasil karya para musisi dari berbagai negara tidak lagi memiliki sekat. Lagu-lagu dari para musisi luar negeri bisa dengan mudah dikonsumsi oleh masyarakat lokal melalui berabagai saluran digital yang kini tersedia.
Akibatnya, kata Glenn, persaingan di industri musik dalam negeri kini tidak lagi hanya milik para musisi lokal tapi juga musisi internasional. Bahkan, bisa dikatakan bahwa saat ini, musik Indonesia mulai tertekan dengan begitu banyaknya lagu-lagu luar negeri yang mendapat perhatian lebih besar dari masyarakat.
“Ini yang saya bilang sebagai tantangan besar bagi kedaulatan musik Indonesia nantinya di tengah arus perkembangan musik dunia yang begitu cepat,” ujar Glenn.
Perlu Kebijakan
Dalam rangka menghadapi hal tersebut, Glenn berpendapat bahwa kebijakan domestik hasil kerja kolektif lintas sektoral dalam hal pengelolaan dan perlindungan ekosistem musik Tanah Air menjadi begitu penting.
Dia melanjutkan bahwa penolakannya bersama beberapa musisi lain dalam negeri terhadap Rancangan Undang-Undang Permusikan yang sempat ramai beberapa waktu lalu bukan berarti bahwa industri musik tidak membutuhkan kebijakan.
Hanya saja, masih ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam kebijakan tersebut dan membutuhkan waktu bagi berbagai pihak untuk saling duduk bersama dan berdiskusi satu sama lain, yang melibatkan pemerintah, musisi, dan akademisi.
“Untuk bisa membangun tata kelola industri musik yang kita semua inginkan, saya bilang bahwa tidak bisa tidak, harus melibatkan konteks kebijakan dari para pemangku kepentingan lintas sektoral,” ujarnya.
Kebijakan tersebut nantinya diharapkan tidak sekadar membahas sektor ekonomi dalam industri musik saja, tapi holistik dalam konteks sosial, politik, dan budaya sehigga benar-benar mencakup pengelolaan ekosistem yang baik secara menyeluruh dengan tujuan agar musik Indonesia bisa bersaing di kancah internasional.
Adapun, hal lain yang juga perlu diperhatikan dalam era digitaslisasi pada industri musik seperti sekarang ini adalah literasi musik. Literasi tersebut, tak terbatas pada para penikmat seni saja tetapi juga kepada para musisinya sendiri sebagai pelaku yang bergelut di industri ini.
Glenn berharap ke depannya semua pihak yang peduli dengan perkembangan industri musik dalam negeri bisa saling bersinergi dan bekerja sama membangun ekosistem yang lebih mumpuni.
“Tantangannya sekarang besar, tapi peluangnya juga besar. Saya berharap kita semua bisa kerja kolektif untuk musik Tanah Air yang lebih baik lagi,” imbuhnya.