Bisnis.com, JAKARTA – Kendati literasi investasi secara umum mengalami peningkatan, namun literasi pasar modal masih perlu untuk terus didorong karena merupakan sektor yang terendah dibandingkan dengan sektor investasi lainnya.
Berdasarkan survei nasional literasi dan inklusi keuangan yg dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2016, indeks literasi keuangan sebesar 29,66 persen dan indeks inklusi keuangan sebesar 67,82 persen.
Angka tersebut meningkat dibandingkan hasil survei yang sama pada 2013, yaitu indeks literasi keuangan 21,84 persen dan indeks inklusi keuangan 59,74 persen. Dalam survei terbaru tersebut, sektor pasar modal berada di posisi terendah yaitu 4,4 persen dan 1,3 persen.
Kendati data terakhir menunjukkan angka literasi investasi sektor pasar modal paling rendah, Juru Bicara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sekar Putih Djarot mengatakan bahwa sejauh ini dampak dari upaya mendorong literasi investasi sudah mulai terasa.
“Hasil akhirnya akan diketahui dari hasil survei literasi keuangan yg sedang dilakukan kembali saat ini dan akan diumumkan pada awal oktober 2019,” ujarnya kepada Bisnis, belakangan ini.
Sekar menjelaskan bahwa pemahaman masyarakat seputar literasi investasi sangat penting untuk terus digencarkan, seiring dengan pentingnya peran investasi dan tabungan masyarakat bagi pembangunan ekonomi.
“Disamping investasi properti dan emas, investasi di pasar modal seperti saham dan obligasi juga semakin meningkat,” ungkapnya.
Dia menerangkan, minat Investasi pada ORI, saving bond retail, dan sukuk tabungan dirasakan juga bergerak meningkat. Instrumen-instrumen ini merupakan investasi yang terjangkau bagi investor retail untuk memiliki SBN, baik yang syariah maupun konvensional, mulai dari nominal sejuta dan kelipatannya.
“Hal yang terpenting masyarakat dibukakan wawasan terhadap perlunya pemahaman terhadap manfaat serta resiko investasi,” lanjutnya.
Di samping itu, menurutnya, peran Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam memfasilitasi UKM dan rintisan-rintisan atau startup yang potensial menjadi sangat penting sehingga ketersediaan produk-produk investasi di pasar semakin beragam.
Sekar menambahkan bahwa tren investasi mengalami perkembangan tergantung minat, kebutuhan, risk appetite, dan kreativitas nasabah dalam penggunaan produk investasi yang tersedia.
Menurutnya, bagi yang risk averse, pilihan investasi akan cenderung kepada instrumen investasi yang rendah risiko seperti deposito, obligasi dan reksadana pendapatan tetap yang nilainya cenderung stabil.
Sedangkan, bagi para risk taker yang siap dengan risiko fluktuasi nilai yang tinggi dengan kemungkinan keuntungan yang lebih besar, dapat memanfaatkan instrument, seperti saham, reksa dana saham, atau reksa dana campuran.