Bisnis.com, PADANG ARO – Psikolog Seto Mulyadi atau yang akrab disapa Kak Seto mengatakan anak-anak lari ke gawai (gadget) karena tidak ada persahabatan dalam keluarga, orang tua sibuk sehingga tidak ada waktu untuk keluarga.
Menurutnya, sekarang ini anak-anak sudah dikepung oleh gadget dan tontonan televisi sejak kecil sehingga kurang interaksi dengan lingkungan sosial.
“Untuk menghindari anak bermain gadget harus ada imbangan suatu kegiatan lain yang tidak kalah menariknya serta orang tua harus sering bercengkrama dengan anak di rumah,” kata Kak Seto usai menjadi pembicara pada kegiatan Indonesia Millennial Teacher Festival 2019, Kamis (12/9/2019).
Apabila melihat tayangan televisi saat ini, katanya, didominasi iklan 39,74 persen serta sinetron 30,97 persen dan hanya 0,07 persen konten pendidikan.
Untuk itu, lanjut Kak Seto, orang tua harus bisa mengurangi anak-anak menonton televisi maupun bermain gadget dengan menyediakan waktu lebih banyak berinteraksi dengan anak.
Dia menyebutkan, saat ini pihaknya menggalakkan kembali gerakan nasional Saya Sahabat Anak (Sasana) dan ini sudah disetujui oleh Presiden Joko Widodo.
Bahkan Presiden Joko Widodo melakukan kegiatan bermain yakni permainan tradisional di halaman belakang istana merdeka.
Selain itu pihaknya juga sudah memohonkan kepada Kementerian Pendidikan Indonesia agar permainan tradisional dikembangkan di sekolah-sekolah sebagai bagian dari kegiatan olahraga.
Terkait dengan kurikulum yang diterapkan, katanya, perlu dikritisi oleh semua pihak supaya ada masukan, sehingga anak betul-betul mendapatkan suasana belajar yang ramah anak.
Bagi tenaga pengajar, menurutnya harus bisa menciptakan suasana gembira dalam proses belajar mengajar.
“Kunci efektif belajar dalam suasana gembira jadi guru harus kreatif menciptakan hal baru agar anak tertarik,” ujarnya.
Sebagai contoh, anak-anak akan senang belajar apabila cara mengajarnya dengan nada bagi anak yang gemar menyanyi. Para guru, katanya, bisa menciptakan lirik lagu yang menarik sehingga anak tertarik dan semangat belajar.
Selain itu, menurut Seto, semua anak pada dasarnya unik dan otentik, jadi tidak terbandingkan dan guru harus memahami kemampuan anak secara individu.
“Ada anak yang pintar dalam berhitung tetapi ada juga yang lebih unggul dalam bercerita sehingga guru harus melihat potensi anak secara individu,” ujarnya.