Bisnis.com, JAKARTA - Penerapan sertifikasi green building ternyata belum optimal dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Arsitek rumah murah, Yu Sing menyatakan konsep green building yang berlaku saat ini belum sepenuhnya memberikan dampak pada lingkungan.
Dia mengambil contoh, konsep green building masih menggunakan air conditioner. Sementara teknologi tersebut termasuk salah satu teknologi yang masih mengambil banyak energi.
Adapun pembeda dalam konsep green building, terletak hanya pada kapasitas efisiensi. Misalnya saja untuk bangunan yang mengambil sertifikasi platinum akan mengefisiensi energi listrik sampai 45%. Padahal, menurut dia selain efisiensi harus ada pengendalian penggunaan AC agar tak mengikis lapisan ozon.
“Paling parah dari AC itu egois dingin di dalam, panas di luar. maka meski di Singapura banyak green building, namun tetap panas. Suhunya tinggi,” terang Yu Sing kepada Bisnis, beberapa waktu yang lalu..
Pendiri perusahaan jasa konsultan arsitektur Akar Anomali (Akanoma) ini menyatakan, belum optimalnya efek green building menyebabkan beralihnya sejumlah tren arsitektur dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Misalnya, banyak gedung yang kini mulai beralih menggunakan material alami terbarukan. Sehingga konsumsi energi lebih rendah, hanya perlu peningkatan teknologi untuk membuatnya kokoh.
Berdasarkan presentasinya yang berjudul ‘Peran Arsitektur dalam Kelesterian Bumi’, Yu Sing menyatakan sejumlah dampak perubahan iklim yang ada, arsitektur hijau sulit menjadi tren arus utama. Kondisi ini karena arsitektur hijau belum optimal oleh sebab itu dia mempopulerkan jenis rumah mikro.
Adapun rumah mikro ini memperkecil emisi karbon dengan menghemat lahan dan ruang. Ukuran rumah saja hanya terdiri dari 1 kamar orangtua, 1-2 kamar anak, 1 dapur, dan 1 ruang makan keluarga, dan 1 mesin cuci. Luas denah untuk rumah mikro ini hanya 8,75 meter dengan sistem mezzanine.
“Konsep ini masih belum populer di kalangan developer, namun saya sedang upayakan dan kampanyekan,” jelasnya.