Ilustrasi euthanasia/Istimewa
Health

FDA Setujui Tes Antibodi Pertama di Amerika Serikat

Krizia Putri Kinanti
Jumat, 3 April 2020 - 11:47
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA --The Food and Drug Administration (FDA) pada hari Kamis menyetujui tes baru untuk antibodi virus corona, yang pertama untuk digunakan di Amerika Serikat.

Saat ini tes yang tersedia dirancang untuk menemukan fragmen gen virus yang mengindikasikan infeksi yang sedang berlangsung. Dokter melakukan swab tes pada hidung dan tenggorokan, dan menguatkan semua materi genetik dari virus yang ditemukan di sana.

Tes baru, sebaliknya, mencari antibodi pelindung dengan tusukan jari untuk setetes darah. Ini memberitahu dokter apakah seorang pasien pernah terkena virus dan sekarang mungkin memiliki kekebalan.

"Jika kita tidak tahu kasus asimptomatik atau ringan, kita tidak akan pernah tahu apakah itu membunuh sebagian besar orang yang memilikinya, atau hanya orang yang memiliki kondisi mendasar atau orang yang hanya tidak beruntung," kata Dr. Carl Bergstrom, seorang ahli penyakit menular di University of Washington di Seattle dikutip dari www.nytimes.com, Jumat (3/4/2020).

Tes antibodi sudah digunakan di Cina, Singapura dan beberapa negara lain. Public Health England telah membeli jutaan tes antibodi dan berharap untuk membuatnya tersedia untuk digunakan di rumah di Inggris.

Tes baru, yang dibuat oleh Cellex, mencari dua jenis antibodi: imunoglobulin M, yang dibuat oleh tubuh beberapa hari setelah infeksi dan imunoglobulin G, dibuat kemudian tetapi dibuat khusus untuk menetralkan virus tertentu. Tes ini memberikan hasil dalam waktu sekitar 15 menit. Tetapi memiliki antibodi saja tidak menjamin kekebalan dari virus corona. Tes PCR tradisional, dengan swab tes pada hidung dan tenggorokan, lebih memungkinkan untuk mendeteksi infeksi virus corona baru.

Sebelumnya, penyuntikkan plasma darah pasien yang telah sembuh terbukti ampuh untuk menyembuhkan pasien Covid-19. Ada beberapa pasien yang sembuh setelah melakukan pengobatan ini tetapi masih perlu dilakukan penelitian ulang.

Chief Quality Officer dan Chief of Infectious Diseases di University of Maryland UCH Faheem Younus mengatakan bahwa saat ini ada pasien yang sembuh setelah disuntikkan plasma darah dari pasien yang sembuh.

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro