Cari berita
Bisnis.com

Konten Premium

Bisnis Plus bisnismuda Koran Bisnis Indonesia tokotbisnis Epaper Bisnis Indonesia Konten Interaktif Bisnis Indonesia Group Bisnis Grafik bisnis tv

Ini Risiko Konsumsi Makanan dalam Kemasan Terlalu Sering

Makanan dalam kemasan, lebih baik dikonsumsi bila dalam keadaan mendesak seperti camping dan sedang dilanda bencana alam.
Gloria Fransisca Katharina Lawi
Gloria Fransisca Katharina Lawi - Bisnis.com 04 Mei 2020  |  19:42 WIB
Ini Risiko Konsumsi Makanan dalam Kemasan Terlalu Sering
Mengonsumsi makanan kemasan terlalu sering bisa menyebabkan gangguan kesehatan - Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – Terlalu sering mengonsumsi makanan dalam kemasan atau pangan ultra proses bisa mengganggu tumbuh kembang pada anak hinga menyebabkan penyakit diabetes.

Pangan ultra proses adalah jenis pangan dengan penambahan alias food additives yang meliputi; gula, garam, lemak, perisa, dan penguat rasa.

Ahli Gizi dr. Tan Shot Yen menjelaskan, pangan ultra proses yang sangat marak dikonsumsi memang lebih disukai lidah. Adapun proses pengolahan industri pangan ini dibuat untuk menyerupai pula keaslian bahan alaminya.

“Beberapa contoh roti, sereal, pangan kemasan seperti coklat, pasta, biscuit, permen, es krim, margarin, selai, yoghurt dengan berbagai rasa,” ujar dr. Tan Shot Yen kepada Bisnis, Senin (4/5/2020).

Dia menyatakan ada beberapa masalah pangan ultra proses antara lain; pencetus obesitas, pencetus gangguan gizi pada anak tumbuh kembang, pencetus penyakit tidak menular (PTM) seperti diabetes, hipertensi dan sindroma metabolik.

Masalah lain yang diciptakan mudah didapat, praktis, ekonomis, dirancang untuk menciptakan kecanduan, dianggap penyokong pertumbuhan ekonomi dan industri. Selain itu pangan jenis ini lebih banyak membidik kelompok masyarakat menengah ke bawah.

Secara umum, Tan menilai tidak ada masalah jika pangan ultra proses ini dikonsumsi. Namun Tan menegaskan pentingnya mengubah pola makan dari kebiasaan makan ketergantungan pada makanan ultra proses dengan makanan alami.

“Istilahnya ini bukan anti makanan industri, tapi soal tepat guna. Silakan makan makanan kemasan, kalau kepepet, misal sedang camping, naik gunung, kebanjiran. Jadi harus bedakan situasi kepepet dengan mau praktis saja,” ujarnya.

Dia menilai kebiasaan makan praktis adalah kebiasaan makan dagangan orang ketimbang mengutamakan “makanan orang”. Sebagai contoh dia memerinci, “makanan orang antara lain”; yang mau dimakan ada dulu, jumlahnya lebih banyak dari yang makan, dimakan sebagai kebutuhan, memenuhi kebutuhan, tidak butuh pembelaan ahli karena sudah baik dari asal mulanya, tidak butuh daftar komposisi, dan memenuhi prinsip kodrat.

Sebaliknya, persepsi kebiasaan makanan “dagangan orang” misalnya; orang yang makan ada dulu, jumlahnya tergantung permintaan, dijual agar kecanduan, memenuhi prinsip ekonomi, butuh pembelaan dan penjelasan agar nampak efek sehat layak konsumsi, ada persyaratan label dan komposisi, serta sejalan dengan prinsip teknokrat yaitu tepat, cepat, akurat, efisien, praktis, dan murah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :

kemasan makanan sehat makanan siap saji
Editor : Novita Sari Simamora

Artikel Terkait



Berita Lainnya

    Berita Terkini

    back to top To top