Bisnis.com, JAKARTA – Konsep rumah tumbuh menjadi salah satu alternatif bagi masyarakat, termasuk generasi milenial untuk memiliki rumah idaman atau impian.
Partner & High Representative Architect Deution, Fahmy Desrizal Mahdy, menuturkan rumah tumbuh pada intinya merupakan konsep merencanakan dan membangun rumah dengan cara bertahap. konsep ini hadir kala adanya kebutuhan ruang tetapi bujetnya belum bisa mengiringi.
“Sebetulnya konsep rumah tumbuh itu orang tua kita dulu sudah sering lakuin. Sering kejadiannya adalah renovasi rumah untuk tambah ruangan atau naikin jadi dua lantai,” katanya dalam siaran langsung melalui Instagram Bisnis.com, Jumat (10/7/2020).
Dia menjelaskan bahwa ada dua struktur dalam konsep ini. Pertama planning tumbuh, yakni ketika sudah ada rumah jadi kemudian ingin ‘ditumbuhkan’. Menurutnya, ini tidak terlalu ideal karena akan menimbulkan bentuk rumah yang tidak beraturan.
Adapun yang kedua adalah konstruksi tumbuh, yakni ketika dalam proses membutuhkan lebih banyak ruang di rumah tetapi secara bujet belum mencukupi. Maka konsep ini bisa menjadi solusi dengan catatan perencanaan awalnya sudah matang.
Fahmy menuturkan bahwa dalam konsep rumah tumbuh, perencanaan awal merupakan hal terpenting. Perencanaan ini harus mencakup berbagai kebutuhan saat ini hingga masa depan, antara 10 hingga 50 tahun ke depan.
Dengan demikian, masyarakat bisa menentukan rumah idaman yang mencakup seluruh kebutuhan yang diperlukan. Baru setelahnya, arsitek akan membagi fase-fase pembangunan dengan dari rancangan final. Nantinya, klien akan bisa secara bertahap membangun rumah tanpa secara linear, tak harus bongkar pasang lagi.
Biasanya, bagian yang paling diprioritaskan untuk dibangunnya rumah dalam konsep ini adalah dinding luar, pintu masuk, kamar mandi, kamar, tidur, dan atap, yang pada intinya membangun sebuah bentuk rumah yang dapat ditinggali.
Baru nanti setelah anggarannya terkumpul, klien bisa meneruskan pembangunan ke tahap berikutnya sesuai dengan plan yang telah ditentukan.
“[Konsep rumah tumbuh ini] jadinya bisa disesuaikan itu betul, tapi belum tentu lebih hemat juga. Bukan efisiensi tapi membagi-bagi fasenya aja. Kalau bikin rumah harga Rp1 miliar dengan skema tumbuh ini tidak akan jadi Rp500 juta, tapi spend-nya bisa dicicil,” katanya.
Selain itu, Fahmy juga mengingatkan salah satu risiko yang muncul ketika menerapkan konsep ini adalah adanya kenaikan harga bahan baku dan material, yang setiap tahun umumnya terjadi. Hal tersebut juga perlu diperhatikan agar keinginan memiliki rumah impian bisa tetap terwujud.