Bisnis.com, JAKARTA - Penggunaan vaksin sebagai upaya mencegah penularan hepatitis di Indonesia masih harus menghadapi sejumlah persoalan. Salah satu diantaranya adalah anggapan bahwa kandungan vaksin hepatitis yang tidak halal.
Menurut Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Achmad Yurianto, untuk menyelesaikan polemik vaksin hepatitis yang dianggap tidak halal dibutuhkan komunikasi yang intens dengan tokoh agama dari berbagai lapisan masyarakat. Dia menyebut pada dasarnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah memberikan fatwa bahwa vaksin tidak bisa dikatakan haram apabila melihat pada manfaatnya yang sedemikian besar.
"Masalah itu sudah sejak lama, vaksin dianggap haram. Saat ini harus diupayakan bagaimana membangun pemikiran yang utuh di masyarakat terkait dengan vaksin. Alim ulama di MUI sudah mengatakan bahwa pemberian vaksin lebih banyak manfaatnya daripada mudaratnya," katanya dalam Peringatan Hari Hepatitis Sedunia pada Selasa (28/7/2020) yang digelar secara virtual.
Yuri, demikian sapaan akrabnya mengatakan vaksin hepatitis yang diproduksi di dalam negeri saat ini sudah diekspor ke sejumlah negara di Timur Tengah yang notabene berpenduduk mayoritas muslim. Oleh karena itu, menurutnya masyarakat seharusnya tak perlu khawatir perihal kehalalan dari vaksin tersebut.
"Mereka malah berbondong-bondong mengimpor vaksin dari kita karena mereka percaya vaksin yang kita produksi itu halal. Itu juga perlu dikomunikasikan dengan tokoh agama untuk nantinya disampaikan ke masyarakat," ungkapnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa sampai saat ini hepatitis masih menjadi beban bagi pemerintah lantaran angka prevalensinya masih tinggi. Prevalensi infeksi hepatitis B di Indonesia masih sebesar 7,1 persen atau 18 juta jiwa, sedangkan hepatitis C berada di angka 1,01 persen atau 2,5 juta jiwa.
Baca Juga Cek Fakta: Vaksin MMR Sebabkan Autisme? |
---|
"Baik Kemenkes maupun Dinkes (Dinas Kesehatan) memang memprioritaskan pencegahan, terutama dengan imunisasi atau pemberian vaksin. Imunisasi hepatitis B itu contohnya harus dilakukan pada bayi yang umurnya kurang dari 24 jam, dilanjutkan lagi ketika umur sebulan, lalu dua bulan, seterusnya," tuturnya.
Berkaitan dengan status kehalalan vaksin, saat ini MUI baru menetapkan status halal pada empat jenis vaksin, yaitu vaksin meningitis (Menivax), influenza (Flu Hualan), tuberkolosis (Bacille Calmette-Guérin/BCG), dan flubio.
Namun, MUI Juga membuat pengecualian vaksin yang belum mengantongi sertifikat halal lantaran kandungannya asalkan memenuhi tiga kondisi, antara lain digunakan pada kondisi mendesak atau darurat, belum ditemukan vaksin yang halal atau suci, dan adanya keterangan dari ahli bahwa belum ditemukan vaksin dengan kandungan yang halal.