Restorasi lukisan Lee Man Fong/istimewa
Entertainment

Menjaga dan Melestarikan Margasatwa dan Puspita Indonesia

Yudi Supriyanto
Sabtu, 8 Agustus 2020 - 14:03
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA  - Restorasi dan konservasi merupakan langkah penting dalam menjaga dan melestarikan karya seni rupa. Tanpanya, karya-karya maestro yang merupakan saksi sejarah bisa hilang.

Restorasi karya seni rupa bukan hanya tentang merawat dan menjaga karya itu. Lebih besar lagi, restorasi menjaga kekayaan bangsa berupa identitas yang tidak ternilai.

Lukisan berukuran 4x10,85 meter tersebut terpampang di salah satu dinding di Hotel Indonesia - Kempinski, Jakarta. Lukisan yang menjadi salah satu lukisan dengan ukuran terbesar di dunia tersebut menggambarkan kekayaan flora dan fauna Indonesia.

Terdiri dari 3 panel, lukisan yang berjudul Margasatwa dan Puspita Indonesia tersebut merupakan salah satu karya maestro seni rupa Indonesia, yakni Lee Man Fong, yang juga merupakan seniman istana, menggantikan Dullah, ketika Presiden Soekarno menjabat.

Lee Man Fong membuat lukisan tersebut atas permintaan Soekarno ketika Hotel Indonesia dibangun. Pria yang akrab disapa Bung Karno tersebut berharap lukisan tersebut bisa menjadi lukisan terbesar di Indonesia.

Untuk mengerjakan lukisan tersebut, Lee Man Fong yang memiliki gaya perpaduan seni lukis tradisional China dan barat itu memiliki 4 asisten dalam pengerjaannya, yakni Lim Wa Sim, Tjio Soen Djie, Siauw Swie Ching, dan Lee Rern.

Dalam buku Melipat Air karya kurator Agus Dermawan T, gagasan tema dan judul lukisan Margasatwa dan Puspita Indonesia tersebut adalah dari Soekarno. Gagasan itu lantas diformulasi dalam dua lukisan cat air campur tempera oleh Lee Man Fong.

Setelah dilakukan perbaikan kecil, lukisan master tersebut digubah sebagai mural atau lukisan dinding. Lukisan cat air campur tempera tersebut satu disimpan oleh Soekarno sebagai koleksi pribadi untuk dipajang di istana bogor. Sementara yang satu lagi disimpang oleh Lee Man Fong sebagai koleksi sangat berharga walaupun akhirnya lepas ke tangan kolektor sejak medio 1990-an.

Lukisan di atas kertas tersebut terdiri atas 3 panil (dalam satu frame), yang masing-masing berukuran 61 cm x 49 cm. Dalam membuat mural di Hotel Indonesia pada saat itu, Lee Man Fong dituntut menyelesaikannya dalam waktu 6 bulan.

Kurator Agus Darmawan T mengungkapkan lukisan Margasatwa dan Puspita Indonesia yang terpajang di Hotel Indonesia bergaya realis – dekoratif, cocok untuk mural yang bertema tumbuhan, bunga, dan hewan.

Tema tetumbuhan, bunga, dan hewan adalah tema lukisan kesukaan Lee Man Fong. Jadi, Bung Karno pada saat itu tepat ketika memilih Lee Man Fong untuk menggarap tema itu.

Lee Man Fong adalah seniman yang terbiasa dan ahli dalam melukis tumbuhan, bunga, dan satwa. Terkait lukisan Mural, dia mempelajarinya di Amsterdam, Belanda, sehingga sangat menguasai teknik melukis Mural. “Lee Man Fong mampu mengerjakannya dengan sempurna. Hanya pemeliharaannya yang kurang beres, terutama pada masa Orde Baru,” katanya.

Semenjak lukisan itu terpajang di Hotel Indonesia pada 1990an, sebelum menjadi Hotel Indonesia – Kempinski, Agus menuturkan warna lukisan karya Maestro sudah berubah. Dia menduga perubahan itu dapat terjadi kemungkinan lantaran terlalu sering dilapisi vernis dari waktu ke waktu.

Agus mengungkapkan dirinya mengetahui warna asli lukisan tersebut karena melihat gambar masternya yang disimpan di istana dan seorang kolektor. “Warna aslinya oke kekuningan, yang sekarang kecoklatan,” katanya.

Jadi, lukisan karya Lee Man Fong yang terdapat di Hotel Indonesia – Kempinski memang harus direstorasi. Restorasi lukisan Lee Man Fong ini dilakukan oleh Hotel Indonesia – Kempinski, Jakarta, sebagai bagian dari pelestarian karya fenomenal dari salah satu maestro seni rupa Indonesia.

restorasi Lee Man Fong
restorasi Lee Man Fong

Michaela Anselmini, Art Restoration Studio Saraswati Art, mengungkapkan warna pada lukisan tersebut sudah tidak sesuai dengan warna asli ketika akan direstorasi. 

Dirinya membutuhkan waktu satu tahun untuk melakukan restorasi, dan perlahan-lahan ketika melakukan restorasi lukisan yang disebutnya brilian ini. Tidak hanya itu, dirinya juga menggunakan pernis khusus. Beberapa material juga didatangkannya dari luar negeri.

Kurator Jim Supangkat mengungkapkan kegiatan restorasi sebenarnya bukan pekerjaan sekedar membuat, memperbaiki, dan sebagainya. Seorang yang melakukan kegiatan restorasi harus memiliki pengetahuan lebih lanjut tentang karya yang akan direstorasinya.

Tidak sekedar tentang teknik melukis menggunakan cat apa, tapi juga sudah pada tataran konsep tentang lukisan tersebut.

Di Italia kegiatan restorasi adalah kegiatan yang sangat ketat. Jadi, seseorang yang tidak tahu seluk beluk mendalam mengenai seniman dari karya yang akan direstorasinya, dan tidak tahu teknik seniman dalam mengerjakan karya tersebut tidak akan diperbolehkan menyentuhnya.

“Jadi, pertanyaan di kita, patokannya apa? Ini pekerjaan rumah kita di kemudian hari,” katanya.

Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan Hilmar Farid menilai restorasi karya Lee Man Fong ini memiliki arti penting, tidak hanya bagi lukisan yang direstorasi, tapi juga sejarah seni rupa Indonesia.

Terkait kebijakan mengenai pelestarian, pemerintah memiliki UU No 11/2010 tentang Cagar Budaya. Dalam beleid tersebut bertuliskan setiap orang wajib memelihara cagar budaya yang dimiliki dan/ atau dikuasainya.

“Jadi, sebetulnya kewajiban siapapun yang menguasai,” katanya.

Dia mengungkapkan pemerintah melakukan kegiatan restorasi setiap tahunnya. Dalam melakukan restorasi, hambatan terbesar adalah pada sumber daya manusia. Jadi, kerja sama antara Michaela dan mahasiswa yang membantu kegiatan restorasi lukisan ini dapat membuat mahasiswa belajar. Saat ini terdapat gap antara jumlah karya yang harus direstorasi dengan ketersediaan jumlah tenaga kerja restorasi. 

Selain sumber daya manusia, hambatan lain terkait restorasi adalah anggaran. Saat ini anggaran pemerintah memiliki keterbatasan. Untuk mengatasinya, sejumlah UPT seperti Museum Nasional dan Galeri Nasional sedang dalam proses berubah menjadi BLU agar memiliki keleluasaan terkait anggaran. 

“Saya kira kita bisa banyak belajar dari pengalaman berharga ini. Ini pekerjaan raksasa yang akhirnya selesai. bukan saja lukisan yang penting penting, tapi juga ukurannya mengagumkan, salah satu lukisan terbesar di dunia. ada banyak hal yang bisa diceritakan,” katanya.   

Makin banyak orang bisa menikmati karya besar, maka dapat makin meningkatkan identitas keIndonesiaan.

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro