Bisnis.com, JAKARTA -- Pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif yang diberikan kepada bayi selama enam bulan menjadi sangat sulit pada masa pandemi.
Menurut Ketua Satgas ASI Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Elizabeth Yohmi pencapaian ASI eksklusif di Indonesia masih rendah. Terbukti dari Riskesdas 2018 proporsi pola pemberian ASI pada bayi umur 0-5 bulan di Indonesia untuk ASI ekslusif 37,3 persen, lalu ASI parsial hanya 9,3 persen, dan ASI predominan 3,3 persen.
Hal ini masih ditambah dengan data yang menyebut, proporsi ASI eksklusif pada bayi usia 0-5 bulan lebih banyak di perkotaan sebesar 40,7 persen jika dibandingkan dengan pedesaan sebesar 33,6 persen.
“Padahal WHO dan UNICEF punya empat langkah strategis mendukung ASI eksklusif,” kata Elizabeth dikutip dari webinar IDAI memperingati Pekan Menyusui Sedunia, Jumat (14/8/2020).
Pertama, pentingnya inisiasi menyusu dini (IMD) pada satu jam pertama setelah lahir. Kedua, menyusui eksklusif dengan tidak memberikan makanan atau minuman apapun termasuk air. Ketiga, menyusui sesuai dengan keinginan bayi, baik pagi dan malam hari (on demand). Keempat, menghindari penggunaan botol, dot, dan empeng.
Kini akibat pandemi Covid-19, program dan layanan bagi ibu menyusui mengalami banyak perubahan.
Elizabeth menegaskan pemberi layanan laktasi yang kompeten sangat dibutuhkan untuk memberikan saran berbasis bukti dan kebijakan tentang pemberian makan bayi dan anak usia dini selama keadaan darurat Covid-19.
“Selama pandemi ini relatif IMD tidak berjalan, karena bayi dari ibu yang suspek atau ibu yang terkonfirmasi positif harus menghindari kontak erat dengan ibunya. Selain itu menyusui sesering mungkin jadi sulit tercapai. Alhasil pemberian prelaktal feeding menggunakan dot,” jelas Elizabeth.
Elizabeth juga menjabarkan sejumlah perubahan perawatan pasca persalinan. Beberapa di antaranya pasien mandi lebih awal, termasuk bayi yang lahir dari ibu Covid-19 segera dimandikan serta mencegah kontak kulit ke kulit. Imbasnya, hal ini akan meningkatkan risiko pemberian makan yang buruk.
Selain itu, akibat pandemi ibu yang melahirkan beserta bayi seringkali dipulangkan saat usia 24 jam untuk mencegah infeksi. Risiko dari hal ini lebih adalah pemberian minum yang buruk, hipotermia, dan dehidrasi. Selain itu juga sulit kontrol rawat jalan jika terdeteksi Covid-19.
Dia menambahkan, waktu yang lebih singkat di rumah sakit mempersingkat waktu edukasi postpartum. Tak hanya itu, ibu yang baru melahirkan sulit mengakses kelas laktasi. Sementara telemedicine sering tidak bisa menggantikan pertemuan tatap muka.
Padahal ASI adalah asupan nutrisi yang optimal pada bayi baru lahir sehat maupun sakit. Keinginan ibu dan keluarga untuk menyusui, bahaya penularan Covid-19, klinis ibu dan sarana- prasarana harus menjadi bahan pertimbangan untuk pemberian ASI pada bayi.