Bisnis.com, JAKARTA - Penyakit ginjal kronik (PGK) masih menjadi ancaman nyata yang bisa saja tiba-tiba merenggut nyawa apabila tidak tertangani dengan baik. Untuk mengatasinya, ada tiga prosedur yang bisa dijalankan seperti hemodialisis (cuci darah), dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut), dan transplantasi ginjal.
Kendati demikian menurut Pokja Transplantasi Ginjal RSCM, Departemen Urologi FKUI-RSCM, dr. Nur Rasyid, transplantasi ginjal merupakan metode terbaik. Dengan adanya ginjal sehat yang didapat dari donor, maka fungsi ginjal untuk pengeluaran zat sisa, racun, maupun cairan menjadi normal, kualitas hidup pasien dapat meningkat dan pasien dapat beraktivitas normal seperti sebelum mengalami penyakit ginjal.
"Berdasarkan studi, pasien penyakit ginjal tahap akhir yang menjalani prosedur transplantasi memiliki rerata harapan hidup yang lebih lama dibandingkan pasien yang menjalani prosedur cuci darah," ujarnya dalam media briefing RSCM, Jumat (11/9/2020).
Berdasarkan studi Wang, angka kesintasan (survival rate) organ donor (allograft) pasien transplantasi ginjal oleh donor hidup dalam 1 tahun di Amerika Serikat, Kanada, New Zealand, dan Eropa lebih dari 95%. Di Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSCM, angka kesintasan organ donor dalam 1 tahun pasca transplant adalah 92%, dan 3 tahun pasca transplan adalah 90,6%.
Dalam jangka panjang, lanjut Nur, prosedur transplantasi ginjal terhitung lebih ekonomis dibandingkan cuci darah. "Beban finansial bagi pasien maupun penjamin pun menjadi lebih ringan," imbuhnya.
Sementara itu Nur menjelaskan mitos bahwa transplantasi ginjal hanya dapat dilakukan sebagai langkah terakhir setelah pasien menjalani cuci darah, tidaklah tepat. Biaya transplantasi ginjal yang selama ini tidak dapat dijangkau oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, saat ini pun telah dijamin oleh Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Soal kekhawatiran terhadap risiko prosedur operasi pun dapat dikurangi mengingat track record prosedur ini di RSCM sangat baik dengan angka keberhasilan yang tinggi.
Nur menegaskan tindakan transplantasi ginjal yang telah dilakukan sejak 1977 terus berevolusi. Sebagai langkah konkret, sekitar 9 tahun yang lalu RSCM katanya memperkenalkan teknik pengambilan organ dari donor dengan prosedur laparoskopik yang terbukti aman dan mempersingkat lama rawat donor.
Dalam kurun waktu yang hampir bersamaan, pihaknya mulai menggunakan mikroskop untuk merekonstruksi pembuluh darah ginjal yang diambil dari donor. Hal ini memungkinkan para dokter menggunakan ginjal dengan pembuluh darah yang lebih dari satu, dengan tingkat keberhasilan yang cukup baik.
"Di masa yang akan datang, kami tetap terus berusaha untuk memajukan transplantsi ginjal di Indonesia, antara lain dengan memasyarakatkan donor jenazah dan mempelajari teknik-teknik operasi baru seperti penggunaan robotik dalam operasi transplantasi ginjal,” bebernya.