Deretan kosmetik L'Oreal/Reuters-Charles Platiau
Fashion

Industri Kecantikan Gencar Berinovasi Ciptakan Produk Ramah Lingkungan

Gloria Fransisca Katharina Lawi
Rabu, 30 September 2020 - 18:43
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Produk kecantikan untuk perempuan ataupun laki-laki menjadi salah satu sumber sampah plastik yang berasal dari konsumsi rumah tangga serta kerap mengandalkan sumber daya yang dikhawatirkan akan merusak ekosistem dan mencemari lingkungan.

Dilansir dari data Sustainable Waste Indonesia sampai 2018 lalu, Indonesia diperkirakan menghasilkan 64 juta ton sampah per tahun. Adapun 48 persen dari proporsi itu bersumber dari sampah rumah tangga. Disusul 24 persen merupakan sampah dari pasar tradisional, dan 9 persen adalah sampah dari kawasan komersial, sisanya, adalah sampah dari fasilitas publik. Masih dari data yang sama, tercatat kurang dari 10 persen saja sampah yang akhirnya bisa didaur ulang, dan masih 24 persen justru mencemari lingkungan.

Salah satu perusahaan kecantikan dan kosmetik, LOreal Group, melalui produknya Garnier, menyadari kebutuhan untuk segera merevitalisasi bisnis kecantikan agar lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Apalagi saat ini semua industri sudah terikat pada perjanjian global untuk membuat laporan berkelanjutan atau sustainability report untuk membantu perusahaan mengukur, menentukan target, kinerja dan inovasi.

Di Indonesia, kewajiban ini telah diadaptasi dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 51/2017 tentang Roadmap Keuangan Berkelanjutan, Rencana Aksi Keuangan Berkelanjutan, Laporan Berkelanjutan, serta Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Hidup.

General Manager Consumer Product Division, Loreal Indonesia, Manashi Guha menjelaskan, saat ini perusahaan sudah membuat komitmen Green Beauty Garnier, yang bertujuan mendorong transformasi seluruh rantai bisnis perusahaan dengan beberapa target yang ambisius. Misalnya saja sampai dengan 2025, Garnier hendak mengembangkan sampai 800 komunitas pengelola sampah sebagai komunitas yang bersolidaritas pada pengelolaan sampah lingkungan.

“Kami meluncurkan komitmen ini bukan semata karena pandemi menyadarkan kami untuk bertindak, tetapi pandemi memberi kami semangat lebih melanjutkan program-program relevan yang sudah kami lakukan,” ujarnya dalam konferensi pers, Rabu (30/9/2020).

Sampai dengan 2019, Manashi menjelaskan semua kemasan produk shampoo dan perawatan rambut dari perusahaan sudah dibuat dengan persentase 91 persen berjenis biodegradability alias tidak menggunakan kulit hewan dalam produk kosmetik hingga kemasan. Manashi bahkan menargetkan sampai 2025, perusahaan akan berupaya menaikkan target dengan menciptakan kemasan yang bebas dari bahan baku hewani.

Dalam mengendalikan sampah plastik, Manashi juga mengatakan bahwa perusahaan berkomitmen untuk mengelola sampah sedini mungkin dari rumah. Bersama sejumlah lembaga, Garnier juga akan memberdayakan masyarakat dalam pengelolaan sampah plastik agar sampah tidak mencemari laut.

Dilansir dari Sustainability Report Garnier pada 2019, mereka telah mengendalikan kemasan baru yang membuat perusahaan berhasil menghemat sekitar 3,67 ton plastik. Laporan yang sama juga mencatat, bahwa pada 2019 perusahaan telah menurunkan konsumsi air bagi industri sampai 45 persen. dalam 15 tahun terakhir.

Laporan tersebut menyatakan, Garnier juga telah mencoba menurunkan produksi emisi, saat ini sudah sampai 72 persen jika dibandingkan pada 2005 lalu. Sustainable Report Garnier ini juga menyatakan arena industri mereka sudah menurunkan produksi karbon sampai 34 persen, dan 66 persen energi yang digunakan adalah energi non fosil yang ramah pada lingkungan.

“Itulah kenapa di kawasan pabrik kami di Cikarang pun sudah mengandalkan sumber energi yang renewable,” tutur Manashi.

Menanggapi sejumlah terobosan dan laporan perusahaan, Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Novrizal Tahar menyatakan tren sampah plastik yang terjadi saat ini bukan hanya tanggung jawab perusahaan.

Pasalnya, meski pemerintah sudah memiliki Peta Jalan Pengurangan Sampah Plastik, namun tingkat kesadaran masyarakat dalam mengelola sampah masih sangat rendah.

“Meski begitu sekarang sudah mulai ada perubahan mendasar dari milenial yang melek, mereka mengubah pilihan dan pola konsumsi yang mereka drive sudah lebih ramah lingkungan,” ujar Novrizal.

Menurutnya, peran anak muda dan pihak swasta melalui pendampingan sangat penting untuk semakin memperkuat kesadaran masyarakat dalam melakukan konsumsi dan pasca konsumsi. Cara termudah adalah dimulai dengan memilah sampah yang bisa didaur ulang dan tidak didaur ulang sejak dalam rumah.

“Oleh sebab itu perlu ada social audit, yang mana kami juga bisa melacak komitmen sosial dan lingkungan dari pelaku usaha, serta keterlibatan dalam masyarakat,” terangnya.

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro