Bisnis.com, JAKARTA - Vaksin Vi-DT atau vaksin konjugat tifoid (tipes) yang diproduksi PT Bio Farma terbukti aman dan efektif diberikan bagi anak-anak berusia 2-11 tahun.
Hasil ini didapat dari sebuah uji klinis fase 2 yang dilakukan FKUI-RSCM, PT Bio Farma, dan International Vaccine Institute Seoul.
Dalam penelitian yang telah dipublikasikan pada jurnal BMC Pediatrics pada Oktober 2020, para peneliti melibatkan 200 subjek yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu berusia 2-11 tahun dan telah menandatangani lembar informed consent, dibagi menjadi 2 kelompok sama besar secara acak.
Menurut laporan yang telah dipublikasikan tersebut, kelompok pertama menerima vaksin Vi-DT dan kelompok kedua menerima vaksin Vi-polysaccharide (Vi-PS). Vaksin Vi-PS, sebagai vaksin tifoid berlisensi di Indonesia, berperan sebagai kontrol dalam penelitian ini. Untuk menghindari bias, peneliti tidak mengetahui pengalokasian kelompok subjek (observer-blind).
Mereka yang memiliki riwayat demam tifoid (dikonfirmasi dengan pemeriksaan kultur darah atau rapid test), sudah mendapat vaksinasi untuk demam tifoid sebelumnya atau vaksinasi apapun dalam kurun waktu 1 bulan, tidak diikusertakan dalam studi. Subjek juga tidak boleh dalam keadaan demam (suhu ketiak ≥ 37,50C), punya sakit kronis, memiliki riwayat alergi terhadap komponen vaksin, atau sedang mengonsumsi obat-obatan yang memengaruhi sistem imun.
Sebelum vaksin disuntikkan, sampel darah setiap subjek diambil untuk memastikan kriteria penelitian terpenuhi. Setiap subjek diminta untuk memantau dan mencatat efek samping yang mungkin timbul selama 28 hari pascavaksinasi. Lalu pada hari terakhir, sampel darah setiap subjek diambil kembali untuk mengukur titer antibodi.
Para peneliti menyebut hasilnya menunjukkan bahwa secara umum, efek samping yang ditimbulkan kedua vaksin ini sama. Yakni nyeri di daerah suntikan dan kemerahan yang umum ditemukan sampai dengan 24 jam pascavaksinasi. Namun, pada hari ke 3 sampai 28 pascavaksinasi, efek samping sistemik seperti demam dan nyeri otot lebih tinggi dialami kelompok Vi-PS. Walaupun begitu, demam ini akan sembuh dalam kurun waktu 48 jam tanpa ada komplikasi apapun.
Sementara itu, terkait dengan kemampuan vaksin memicu respons imun tubuh atau tingkat imunogenisitas, antibodi 28 hari pascavaksinasi pada semua subjek di kelompok vaksin Vi-DT meningkat 4 kali lipat atau lebih dari nilai awal. Sementara pada kelompok vaksin Vi-PS, peningkatan antibodi 28 hari pascavaksinasi sebesar 4 kali lipat atau lebih hanya terjadi pada 93 persen subjek.
Selain bagi kelompok usia 2-11 tahun, vaksin Vi-DT juga terbukti aman dan efektif diberikan untuk anak-anak usia 6 bulan sampai 2 tahun. Oleh karena itu, vaksin Vi-DT ini diharapkan mampu memberikan perlindungan yang lebih baik bagi bayi dan anak-anak dibandingkan vaksin tifoid sebelumnya.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof dr. Ari Fahrial Syam, mengatakan studi ini menjadi contoh bahwa vaksin harus melalui uji klinik dan hasilnya dipublikasi di jurnal internasional.
Dia menjelaskan demam tifoid merupakan suatu penyakit yang tidak boleh dianggap remeh apalagi di Indonesia, demam tifoid termasuk salah satu penyakit endemis.
Di negara endemis, peningkatan variasi genetik bakteri yang resisten terhadap antibiotik banyak ditemukan padahal antibiotik merupakan obat utama untuk demam tifoid. "Penyakit ini jika tidak segera ditangani dapat menimbulkan berbagai komplikasi," ujarnya dalam siaran pers, Kamis (22/10/2020).
Oleh karena itu, langkah terbaik yang dapat dilakukan adalah pencegahan. "Selain menjaga sanitasi lingkungan dan menjaga ketersediaan air bersih, vaksinasi menjadi salah satu langkah efektif dalam mencegah demam tifoid," tukasnya.