Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan pemekatan ekstrak saat penelitian obat herbal untuk penyembuhan Covid-19 di Laboratoirum Cara Pembuatan Obat Tradisional Baik (CPOTB) Pusat Penelitian Kimia LIPI, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (6/5/2020). ANTARA/Muhammad Iqbal
Health

BPOM Jabarkan Kendala Pengembangan Obat Asli Indonesia

Desyinta Nuraini
Jumat, 6 November 2020 - 21:45
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menjabarkan beberapa kendala pengembangan obat modern asli Indonesia (OMAI) yang terbilang lamban.

Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik BPOM Reri Indriani mengatakan pengembangan obat berbahan alam berbasis ilmiah membutuhkan tahapan panjang mulai dari penelitian, proses ijin edar, sampai pemantauan penggunaan di pasar.

Selain itu, BPOM menemui masih ada kendala dalam pembiayaan. Dijelaskan Reri, diperlukan biaya besar untuk melakukan uji pra klinik dan klinik herbal potensial.

Kendati sudah ada dukungan dana dari kementerian dan lembaga lain, dia mengungkapkan jumlahnya dianggap masih terbatas.

"Ini menyebabkan penelitian terbatas dan waktunya lama, tidak cukup setahun," tegasnya saat diskusi virtual, Jumat (6/11/2020).

Kemudian, BPOM menilai ada keterbatasan sumber daya manusia baik dari kapasitas peneliti dan pelaku usaha yang belum sepenuhnya memahami uji klinik dan pra klinik sesuai standar good clinical practice.

BPOM juga menemui tidak diperhatikannya aspek teknis penetapan desain dan metode uji klinis sehingga hasil uji klinis tidak valid. BPOM tidak ingin uji klinis tidak valid dan akhirnya memberi keraguan kepada pengguna maupun pemilih obat.

Selanjutnya ada keterbatasan fasilitas riset penelitian, tidak konsisten dalam pemenuhan standar mutu baik bahan uji atau produk pada skala laboratorium pada pengembangan bisnis juga di industrinya.

"Kendala lain ada kesulitan baku pembanding marker-nya," tambah Reri.

Dari sisi permintaan, dia sepakat praktisi kedokteran belum terkondisikan menggunakan obat herbal. Padahal fitofarmaka bukan hanya bersifat promotif dan preventif, namun sudah ada untuk kuratif.

"Harusnya bisa didorong masuknya obat herbal ke fasilitas pelayanan kesehatan nasional," pungkas Reri.

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro