Bisnis.com, JAKARTA -- Berita duka kembali menyelimuti dunia kedokteran setelah salah satu guru besar, Dadang Hawari, dikabarkan meninggal dunia pada Kamis (3/12), karena Covid-19.
Dadang dikenal sebagai psikiater dan pendakwah yang sering kali mengisi acara terkait kesehatan mental dan menjadi narasumber andalan di berbagai media nasional untuk isu psikologi.
Dilansir melalui berbagai sumber, peran Dadang tidak hanya sebagai psikiater saja, almarhum juga merupakan sosok yang tidak asing lagi di dunia akademis sebagai Guru Besar Tetap di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Baca Juga PILEG 2014: Waspadai Caleg Gagal Stres |
---|
Lahir di Pekalongan pada 16 Juni 1940 sebagai anak ketiga dari sembilan bersaudara, Dadang, dengan rasa ingin tahunya yang besar memutuskan untuk melanjutkan pendidikan tingginya di bidang kedokteran dan memilih spesialisasi kejiwaan.
Lulus dengan gelar master di fakultas yang sama pada 1969, karir pertama Dadang di mulai di FKUI sebagai staf pengajar. Kesibukannya meliputi Tridharma Perguruan Tingg yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Dari sini kariernya terus menanjak, Dadang sempat pula mengemban jabatan sebagai Pembantu Dekan III dan Pembantu Rektor III.
Baca Juga Tips Mengatasi Cemas karena Corona |
---|
Pada saat yang sama, kesempatan untuk terus mempelajari bidang yang dia minati tidak pernah dilewatkan. Pada 1970 Dadang mempelajari ilmu psikiatri sosial selama satu tahun di Inggris.
Untuk disertasinya, Dadang menulis tentang Pendekatan Psikiatri Klinis Pada Penyalahgunaan Zat (Narkoba/NAZA) yang membuatnya meraih gelar Doktor dengan predikat Cum Laude pada 1990.
Atas perannya terhadap masyarakat dan buku-buku karangannya, tahun 1993 Universitas Indonesia mengangkatnya sebagai Guru Besar Tetap FKUI.
Dadang juga pernah menjabat sebagai staf ahli Badan Narkotika Nasional.
Berbagai penghargaan berkat dedikasinya pada dunia akademis telah diraih, antara lain M. H. Thamrin Internasional Hospital Award pada 2001 dan 2002, Bakti Eka Tama Award (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) pada 2002, ASEAN Federation for Psychiatry and Mental Health Award pada 2003, serta United Nations Office on Drugs and Crime pada 2003.
Hingga akhir hayatnya, almarhum tetap mengabdikan diri kepada masyarakat dan dunia kedokteran dengan membuka klinik, menulis artikel dan buku, menghadiri seminar-seminar tentang narkoba, AIDS, dan kesehatan jiwa, baik di dalam maupun di luar negeri.