Diet/Endoc
Health

Diet Sehat Selama Pandemi itu Mudah, Asal..

Gloria Fransisca Katharina Lawi
Selasa, 8 Desember 2020 - 06:27
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Setiap orang, ingin memiliki tubuh yang sehat dan postur yang ideal selama pandemi virus corona (Covid-19).

Salah satu yang cukup diminati untuk bisa menurunkan berat badan dan menjaga kesehatan adalah melalui metode detoksifikasi. Tips dengan fokus menjaga pola dan asupan makan untuk mengeluarkan racun dalam tubuh ini diyakini punya manfaat yang besar dalam jangka panjang maupun jangka pendek.

Misalnya saja jangka pendek detoksifikasi memberi janji bisa menghilangkan jerawat, tumpukan kolesterol terbuang, bebas maag dan GERD, PCOS dan kits membaik secara alami, serta jarang pusing dan sakit kepala.

Sementara dalam jangka panjang, detoksifikasi bisa menurunkan berat badan dan menjaganya tetap stabil menstruasi bagi perempuan lebih lancar dan tidak terasa sakit, pikiran pun menjadi lebih fokus, penyakit yang diderita sembuh dengan lebih cepat, serta pola makan lebih teratur sehingga keinginan ngemil pun berkurang.

Ilmuwan nutrisi Matthew Lantz Blaylock mengatakan gaya hidup sehat untuk mencapai tubuh yang ideal terdiri dari 70 persen asupan gizi dan 30 persen olahraga. Di saat terus berada di rumah dan tidak bisa berolahraga secara intensif seperti pergi ke gym atau melakukan olahraga lainnya, Anda bisa melakukan gerakan-gerakan ringan untuk tetap aktif bergerak.

Selain itu, porsi makanan yang dianjurkan terdiri dari 40 persen-60 persen karbohidrat, 20 persen-30 persen lemak, dan 15 persen-20 persen protein. Matthew menegaskan, sangat penting untuk bisa mencapai body goal dengan mengonsumsi makanan yang bervariasi dan mengubah menu makanan setiap harinya.

Sementara itu, ahli gizi, Tan Shot Yen mengatakan, ada beberapa ciri diet yang salah dan masih sering dilakukan. Pertama, kerap kali untuk mencapai body goals yang dimakan dan diminum justru bukan hal yang lazim di lingkungan dan keseharian hidup. Kedua, diet yang dilakukan tanpa berkonsultasi misalnya, menghilangkan karbohidrat, protein, dan lemak.

Ketiga, diet yang dilakukan dengan mengurangi serapan makanan. Caranya dengan tidak makan, dan hanya mengonsumsi satu jenis makanan saja. Keempat, adalah menggunakan istilah detoks tanpa menyeimbangkan pasokan dalam tubuh. Kelima, rendahnya literasi pasien tentang pentingnya asupan gizi sehingga membuat pasien beralih ke pengobatan herbal tanpa studi kasus medis yang jelas.

“Memakai metode herbal harus dilihat, kalau itu menekan nafsu makan seseorang, nanti kebutuhan gizi menjadi kacau bisa malnutrisi. Atau jika pengobatan herbal membuat usus tak menyerap lemak, semua vitamin yang larut dalam lemak seperti A, D, E, K akan ikut melorot, hormon jadi kacau,” tutur Tan kepada Bisnis, Senin (7/12/2020).

Tan menilai, pentingnya pasien berkonsultasi dan skeptis terhadap efektivitas kerja obat herbal untuk diet. Dia mengingatkan dalam mencapai badan ideal dan sehat sangat penting untuk berdialog dengan pakar yang memiliki lisensi. Oleh sebab itu, dia menilai agar ragam peluang informasi untuk second opinion harus membantu pasien lebih terinformasi bukan dirugikan.

Dalam perayaan ulang tahun ke-101 RS Cipto Mangunkusumo, Nurul Ratna Mutu Manikam, Spesialis Gizi Departemen Ilmu Gizi RSCM FKUI menjelaskan dalam upaya menjaga daya tahan tubuh, seringkali masyarakat ragu untuk menjalankan diet. Contoh kasus lain, jika ingin tetap diet masyarakat justru terjebak pada model dan tata cara diet yang salah.

“Oleh karena itu, saya selalu menegaskan semua makanan itu boleh dimakan, tetapi harus diolah dengan baik dan dimasak sampai matang,” tutur Nurul.

Dia menegaskan jika seseorang menghindari jenis makanan tertentu, Nurul khawatir justru asupan nutrisi dalam tubuh akan terganggu. Sementara nutrisi memiliki peran menjaga imunitas tubuh, mengontrol faktor risiko, memperbaiki regulasi hormonal dan mood, serta mengurangi keparahan penyakit komorbid misalnya tekanan darah tinggi dan diabetes.

Untuk menjaga kesehatan dan jaminan gizi selama pandemi, Nurul menyebut pentingnya memperbanyak konsumsi buah dan sayur, dan sumber serat alami lain. Kemudian, buah dan sayuran yang dipilih harus memiliki kandungan vitamin, mineral, air, dan antioksidan yang tinggi. Sementara untuk pemilihan protein, selama pandemi masyarakat tetap bisa mengonsumsi protein hewani maupun protein nabati.

Perbedaan, Nurul menganjurkan agar masyarakat mengelola waktu konsumsi protein hewani seperti daging merah yakni daging sapi atau daging kambing cukup 1-2 kali per minggu, lalu daging ayam atau unggas serta ikan cukup 2-3 kali per minggu. Opsi lain yang bisa dikonsumsi adalah protein nabati yakni kacang-kacangan. Hal berlaku juga pada asupan karbohidrat. Pasalnya, dengan aktivitas yang lebih banyak dilakukan dalam rumah, seseorang harus memilih karbohidrat yang lebih kaya serat.

Untuk mengontrol kandungan lemak, selama pandemi, dia juga mengusulkan untuk mengurangi konsumsi lemak jenuh dalam mentega, daging berlemak, keju, dan minyak kelapa. Masyarakat juga diimbau mengonsumsi lemak tak jenuh yang berasal dari alpukat, kacang, minyak zaitun, dan ikan.

“Hindarilah daging olahan, pilih daging yang rendah lemak dan produk susu yang juga rendah lemak,” tuturnya.

Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro