Bisnis.com, JAKARTA - D-dimer belakangan muncul dan dinilai sebagai penanda utama tingkat keparahan infeksi Covid-19. Bermula dari postingan mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan, istilah ini lantas menjadi pertanyaan publik.
Menjawab pertanyaan ini, Dokter Spesialis Penyakit Dalam, dr. RA Adaninggar menjelaskan D-Dimer adalah salah satu penanda kecenderungan pembekuan darah dan dapat membantu dokter dalam menentukan prognosis pasien Covid-19.
Dia berujar pada kondisi normal, bila ada kerusakan jaringan (luka) dan berdarah, mekanisme tubuh akan menghentikan pendarahan.
Dalam prosesnya, pembuluh darah akan berkontraksi, trombosit akan berkumpul di tempat luka untuk membuat suatu sumbatan, protein-protein pembekuan darah juga akan dikeluarkan, selanjutnya benang-benang fibrin akan mengikat sumbatan. "Pendarahan berhenti," tutur Adaninggar dikutip Bisnis dalam akun Instagram pribadinya, Kamis (11/2/2021).
Nah, setelah pendarahan berhenti, sumbatan yang ada harus dihilangkan dan darah harus dipertahankan agar tetap encer.
Dokter yang akrab disapa Ning itu menjelaskan sumbatan akan mengalami fibrinolisis (benang-benang fibrinnya dilepas dan dipecah. "Hasil pemecahan benag fibrin ini bisa diperiksa dalam bentuk D-Dimer," ujarnya.
Lebih lanjut dia menerangkan pada kondisi normal, ada yang namanya keseimbangan hemostasis. Yakni kondisi dimana tidak terjadi pendarahan dan tidak terjadi pembekuan darah. Namun ada kondisi-kondisi tertentu yang menganggu keseimbangan ini.
Kata Ning, karena D-Dimer ini adalah suatu produk sisa dari benang fibrin yang terbentuk akibat pembekuan darah, maka D=Dimer akan meningkat pada semua kondisi yang menyebabkan banyak terbentuknya pembekuan darah.
"Pada Covid, sangat mudah terjadi gangguan keseimbangan hemostasis, kecenderungan terbentuk bekuan darah," sebutnya.
Di pedoman tata laksana Covid, pemeriksaan D-Dimer menjadi salah satu pemeriksaan yang memang dianjurkan dan dimonitor pada pasien, terutama yang mengalami gejala sedang hingga berat. Ini dilakukan bersama pemeriksaan lain seperti marker inflamasi (CRP) dan marker koagulopati lain seperti trombosit, faal hemostasis, dan fibrinogen.
Lebih lanjut dia menulis kenaikan nilai D-Dimer yang signifikan (3-4x) dapat menjadi faktor prognosis atau prediksi akan terjadinya suatu kondisi keradangan Covid-19 berat dan kematian.
Ning menerangkan cara menurunkan nilai D-Dimer yang tinggi adalah dengan mengobati penyebabnya. Pada Covid-19 bisa diobati keradangan yang terjadi, diobati penyakit komorbid yang ada, diperbaiki kondisi lain seperti mobilisasi bila sudah menyembuh, hingga pemberian obat antikoagulan sesuai pertimbangan dari dokter yang merawat.
Oleh sebab itu Ning menyebut kesembuhan pada pasien Covid terutama kondisi berat tidak hanya berdasarkan swab negatif tapi yang lebih penting adalah bagaimana kondisi pasien secara holistik, termasuk kondisi peradangan dan komorbidnya.
"Banyak pasien dinyatakan sembuh karena swab negatif tapi keradagnan masih berlangsung, hingga pasien meninggal," tegasnya.