Bisnis.com, JAKARTA - Belakangan muncul wacana sertifikat vaksin Covid-19 akan digunakan sebagai syarat bepergian ke luar kota atau naik transportasi publik seperti pesawat terbang.
Apakah kita benar-benar membutuhkan sertifikat vaksin Covid-19 ini?
Profesor Zubairi Djoerban Satgas Covid dari IDI mengatakan ini wacana menarik. Dalam bayangannya, dengan adanya aturan ini, maka calon penumpang pesawat harus menunjukkan sertifikat vaksin pada bagian kontrol dan tak ada lagi testing atau karantina pada saat kedatangan.
Padahal, belum diketahui, sejauh mana vaksin mencegah penerimanya untuk menularkan virus corona.
Sebab itu, sebelum muncul kebijakan ini, kita harus tahu dulu, kapan orang itu akan terlindungi dari infeksi setelah divaksinasi.
"Apakah jika sekarang divaksin, besoknya kebal? Kan tidak. Seminggu? Belum juga. Sebulan? Itu baru muncul kekebalan yang lumayan," tulisnya di akun twitternya.
Karenanya, kata dia, harus diperhitungkan dengan rigid kalau mau dibuat kebijakan ini.
Dia memaparkan, amannya, dua bulan setelah divaksin yang pertama atau minimal dua minggu setelah vaksin yang kedua baru si penerima vaksin cukup terlindungi dari Covid-19.
Yang jelas, belum ada kepastian apakah penerima vaksin itu tidak menularkan virus ke orang.
Memang, tubuhnya terlindungi dan kebal. Namun, di sekitar mulut dan hidung, beberapa ahli menduga, masih ada virus yang bisa menular ke orang lain. Artinya prokes harus tetap dianut.
Dia juga mengatakan protokol kesehatan harus tetap dilakukan karena masih ada kemungkinan-kemungkinan penularan. Misalnya, virus corona Afrika Selatan dimungkinkan bisa menginfeksi orang yang telah divaksinasi AstraZeneca.
Apalagi, vaksin ini kan sudah terbukti tidak bisa melindungi varian dari Afrika Selatan.
Didasari itu, penerbangan pesawat dari Indonesia ke Afsel atau sebaliknya, menurutnya harus lebih diperhatikan.
Sebab, kalau pakai sertifikat vaksin AstraZeneca ya jadi tidak "ampuh". Sedangkan untuk kalau Sinovac justru terbukti bisa melawan varian asal Inggris dan Afrika Selatan.
Yang harus dipahami, paparnya, virus corona itu bisa menular ketika orang itu tidak sakit atau bahkan tidak tahu sedang mengidapnya. Ini dikenal sebagai transmisi asimtomatik.
Vaksin sendiri membantu mencegahnya agar Anda menjadi sakit parah jika Anda tertular Covid-19 sehingga tidak membebani sistem kesehatan.
"Terakhir, jika memang kebijakan sertifikat ini lahir, perlu juga dipastikan tidak ada diskriminasi untuk orang-orang yang tidak bisa divaksin. Misalnya, orang dengan penyakit akut kronik atau belum terkendali. Kebijakan itu harus adil juga untuk mereka," tutupnya.