Bisnis.com, JAKARTA – Sarkopenia adalah kelainan otot yang ditandai dengan berkurangnya kekuatan dan massa otot serta penurunan performa fisik. Kondisi ini sering dijumpai pada populasi lanjut usia (lansia), meski kini sarkopenia juga diketahui terjadi pada usia lebih muda.
Mengutip dari situs resmi Rumah Sakit Kariadi Semarang, Jumat (11/6/2021), hasil sejumlah penelitian mengungkapkan angka kejadian sarkopenia di Indonesia berkisar 9,1 persen hingga 59 persen. Pada 2020 terdapat 9,92 persen (26,82 juta) penduduk lansia di Indonesia dan pada 2045 jumlahnya diperkirakan mencapai hampir seperlima dari total penduduk di Indonesia.
Mengingat angka kejadian sarkopenia pada lansia cukup tinggi dan jumlah lansia di Indonesia cenderung meningkat maka sangat penting untuk memahami sarkopenia dalam upaya peningkatan kualitas hidup lansia.
Penyebab
Menurut International Osteoporosis Foundation (IOF), massa otot mulai menurun sekitar usia 40 tahun. Hilangnya jaringan otot dapat berkembang lebih cepat ketika seseorang mencapai usia 60an dan 70an, seperti dilansir dari Medical News Today, Jumat (11/6/2021). Meski tingkat penurunan yang tepat bervariasi, seseorang dapat kehilangan 3 hingga 8 persen massa otot per dekade.
Meskipun penuaan adalah penyebab utama sarkopenia, faktor lain berkontribusi pada hilangnya massa otot. Mereka meliputi kurangnya asupan protein dan energi, defisiensi mikronutrien, gangguan pencernaan, anoreksia, imobilisasi lama, kurang aktivitas dan gaya hidup sedenter.
Penyakit juga bisa menjadi faktor risiko sarkopenia seperti penyakit tulang dan sendi, kardiopulmoner, diabetes mellitus, berkurangnya hormon androgen, kelainan saraf, kanker, serta penyakit pada hati dan ginjal.
Gejala
Gejala sarkopenia bervariasi tergantung pada berapa banyak massa otot seseorang yang telah hilang.Gejalanya meliputi penurunan ukuran otot, lemah, kehilangan daya tahan, keseimbangan buruk, dan kesulitan menaiki tangga.
Penurunan massa otot mungkin tidak tampak seperti perhatian bagi kebanyakan orang. Namun, kehilangan massa otot bias cukup signifikan untuk membuat seseorang menjadi lemah, meningkatkan risiko terjatuh, dan membatasi kemandirian seseorang.
Sarkopenia juga dapat menyebabkan seseorang mengurangi partisipasi mereka dalam kegiatan fisik. Penurunan aktivitas ini menyebabkan kehilangan otot lebih lanjut, yang dapat memengaruhi kualitas hidup seseorang.
Pengobatan
Saat ini, belum ada obat yang disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk mengobati sarkopenia. Beberapa peneliti sedang menyelidiki penggunaan terapi hormon untuk meningkatkan massa otot tanpa lemak.
Alih-alih terapi obat atau hormon, Anda bias fokus pada perubahan gaya hidup untuk mencegah kehilangan otot. Anda bisa mulai dengan:
1. Latihan
Latihan kekuatan atau latihan resistensi dapat meningkatkan ukuran otot, dan kekuatan. Ini juga dapat memperkuat tulang, ligamen dan tendon, yang baik untuk kesehatan seseorang secara keseluruhan. Orang dewasa yang lebih tua dianjurkan untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum memulai program latihan baru.
2. Gizi
Nutrisi yang tepat sangat penting untuk mengobati sarkopenia dan bahkan dapat mencegah atau menunda kondisi sarkopenia. Makan protein yang cukup adalah hal yang penting dalam mencegah sarkopenia. IOF merekomendasikan agar orang dewasa makan 1,0 – 1,2 gram protein per kilogram berat badan sehari.
Anda disarankan untuk memilih unggas tanpa kulit dan potongan daging sapi tanpa lemak ketika mencari sumber protein berbasis daging. Makanan laut seperti trout dan salmon juga bisa menjadi sumber protein yang baik, sementara tahu dan kacang adalah sumber protein popular bagi orang yang tidak mengonsumsi daging.
3. Suplemen
Mengambil suplemen makanan tertentu bisa menjadi cara lain untuk mencegah sarkopenia. Misalnya, mengambil suplemen keratin dapat meningkatkan kekuatan dan massa otot tanpa lemak pada orang dewasa dari segala usia. Demikian pula vitamin D yang memadai, baik melalui diet atau suplemen, dapat membantu orang dewasa yang lebih tua mempertahankan kekuatan otot mereka. Sebelum mengambil suplemen, pastikan untuk selalu berkonsultasi dengan dokter.