Bisnis.com, JAKARTA - Paxlovid, obat antivirus yang baru dikembangkan Pfizer, disebut mampu mengurangi risiko seseorang yang terkonfirmasi positif Covid-19 dari keharusan dirawat inap di rumah sakit ataupun mengalami gejala infeksi berat hingga sebesar 89 persen.
Melansir Tempo, Senin (8/11/2021), Paxlovid diberikan dua kali sehari selama lima hari kepada mereka yang dites positif Covid-19 dan terdiagnosa, karena komorbid, memiliki potensi mengalami gejala yang berat.
Paxlovid dibuat di laboratorium perusahaan farmasi Amerika, Pfizer. Paxlovid adalah kombinasi dari dua obat. Pertama, senyawa kimia yang dilabeli PF-07321332. Perannya adalah memblokir aktivitas sebuah enzim yang berperan dalam replikasi virus corona dalam sel. Senyawa obat kedua disebut ritonavir. Dikembangkan sebagai obat HIV, obat ini membantu memperlambat pemecahan PF-07321332.
Uji Paxlovid yang dikontrol dengan plasebo melibatkan 1.219 responden, dari rencana 3.000 orang di berbagai belahan dunia: Amerika Utara dan Selatan, Eropa, Asia dan Afrika. Sebanyak 45 persennya adalah pasien di Amerika Serikat. Mereka seluruhnya yang dilibatkan dalam uji obat ini adalah yang terkonfirmasi positif dalam lima hari pertama infeksi SARS-CoV-2.
Mereka lalu dibagi dua antara penerima Paxlovid dan placebo. Terapi dilakukan selama lima hari dengan pemberian obat maupun placebo setiap 12 jam, lalu dilihat perkembangannya pada hari ke-28.
Hasilnya, dari mereka yang positif Covid-19 kemudian diberikan Paxlovid pada hari ketiga infeksinya, sebanyak 0,8 persen di antaranya tetap harus mendapat perawatan di rumah sakit, tanpa ada yang meninggal. Pembandingnya adalah 7,0 persen dari mereka di kelompok yang diberikan plasebo dan tujuh pasien akhirnya meninggal.
Dari mereka yang positif Covid-19 kemudian diberikan Paxlovid pada hari kelima infeksinya, sebanyak 1,0 persen yang harus dilarikan ke rumah sakit, tanpa ada yang meninggal. Sedangkan penerima plasebo ada 6,7 persen dan 10 pasien yang akhirnya meninggal.
Pimpinan dan CEO Pfizer Albert Bourla menyebut hasil uji Paxlovid sebagai ‘real game-changer’ dalam upaya global menghentikan daya hancur pandemi Covid-19. “Jika otoritas kesehatan negara-negara mengizinkannya diedarkan luas, obat ini berpotensi menyelamatkan nyawa pasien, mengurangi tangkat keparahan infeksi Covid-19, dan mengeliminir sebanyak sembilan dari sepuluh pasien di rumah sakit,” katanya.
Hasil uji ini belum sepenuhnya dipublikasi dan baru sebatas diumumkan lewat keterangan tertulis dari Pfizer pada Jumat 5 November 2021 tersebut.
Dalam perkembangan lain, obat antivirus molnupiravir mendapatkan izin edar di Inggris Raya per Kamis lalu. Obat dari Merck, perusahaan obat Jerman yang berbasis di Amerika Serikat, ini juga diberikan dua kali sehari selama lima hari kepada mereka yang berisiko terinfeksi gejala berat Covid-19. Hasil ujinya menunjukkan kemampuan mengurangi hingga 50 persen risiko kebutuhan perawatan di rumah sakit ataupun kematian.
Aturan pakainya adalah obat ini harus diminum sesegera mungkin setelah seseorang terkonfirmasi positif Covid-19, atau setidaknya dalam lima hari pertama pascainfeksi. Molnupiravir bekerja dengan menyebabkan SARS-CoV-2 bermutasi saat virus itu menduplikasikan material genetiknya, sehingga menghambat proses peerkembangbiakannya dalam sel.
Badan Regulasi Obat dan Produk Perawatan Kesehatan Inggris telah mengizinkan penggunaannya untuk orang-orang yang memiliki setidaknya satu faktor risiko mengalami gejala parah Covid-19. Itu termasuk mereka yang berusia 60 tahun, mengidap diabetes, penyakit jatung atau obesitas.
“Kami sedang bekerja secepat mungkin untuk bisa mendistribusikan molnupiravir kepada para pasien melalui sebuah studi nasional,” kata Menteri Kesehatan dan Layanan Sosial Sajid Javid.
#ingatpesanibu #sudahdivaksintetap3m #vaksinmelindungikitasemua