Bisnis.com, JAKARTA - Penyakit Jantung Bawaan (PJB) Kritis adalah sebagian dari jenis PJB yang mengancam nyawa. Apabila tidak segera ditangani, bayi dapat meninggal dalam beberapa hari (bahkan beberapa jam) hingga beberapa bulan kemudian.
Jenis PJB cukup banyak, tetapi yang paling mudah diketahui dengan skrining PJB Kritis adalah Transposition Great Arteries (TGA) dan Tetralogy of Fallot (TOF).
Berdasarkan data dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) secara global, 1 dari 100 bayi lahir mengalami PJB, dan sekitar 25 persen bayi lahir mengalami PJB Kritis.
Lalu bagaimana dengan Indonesia?
Ketua Unit Kerja Koordinasi Kardiologi IDAI dr Rizky Adriansyah menurutkan, apabila melihat data terakhir dari Indonesia berdasarkan Kementerian Dalam Negeri, dari Januari-Juni 2021 ada 376.610 bayi yang lahir, berdasarkan pencatatan akta lahir.
Kemudian data lain mengatakan di tahun 2019, angka kematian bayi di Indonesia 21,12 per 1.000 kelahiran.
Jika jumlah bayi lahir sekitar 1 juta jiwa dalam setahun, diperkirakan bayi meninggal lebih dari 21.000 jiwa selama tahun 2020.
"Berdasarkan data tersebut, perkiraan bayi lahir dengan PIB Januari-Juni 2021 ada 3.766 jiwa, atau sekitar 4.000 jiwa karena mungkin ada yang tidak tercatat dalam akta lahir," kata Rizky dalam Seminar Media IDAI "Deteksi Dini Penyakit Jantung Bawaan pada Bayi Baru Lahir: Cek Saturasi, Selamatkan Nyawa" pada Senin (13/12/2021).
Dia menambahkan, dengan data 4.000 jiwa itu maka perkiraan bayi lahir dengan PJB Kritis di Indonesia tahun 2021 per Januari-Juni ada sekitar 2.000 jiwa bayi lahir dengan PJB Kritis.
Sebagian Besar Bayi Meninggal karena "Tetralogy Terlambat"
Menurut Rizky, masalah yang sering terjadi pada bayi lahir dengan PJB Kritis adalah terlambat dideteksi, terlambat didiagnosis, terlambat dirujuk dan terlambat ditangani, atau yang dikenal dengan tetralogy terlambat (4T).
Dampak yang terjadi pada bayi lahir dengan PJB Kritis jika mengalami 4T adalah:
1. Bayi meninggal tanpa diketahui penyebabnya (terlambat dideteksi),
2. Bayi tidak mendapatkan pengobatan yang optimal karena mungkin sudah dalam kondisi hemodinamik ( terlambat didiagnosis),
3. Bayi meninggal karena ditangani di faskes yang tidak memadai ( terlambat dirujuk ), serta
4. Bayi meninggal karena komplikasi sehingga penanganan PJB Kritis semakin rumit (terlambat ditangani).
PJB Kritis dapat Dideteksi Sedini Mungkin
“Ya, lebih cepat lebih baik. UKK Kardiologi IDAI tahun 2021 sudah merekomendasikan pemeriksaan saturasi oksigen dengan alat pulse oksimeter pada setiap bayi sehat usia 24-48 jam atau sebelum dipulangkan,” kata Rizky.
Pemeriksaan saturasi oksigen dengan alat pulse oksimeter dapat dilakukan oleh dokter, bidan, atau perawat terlatih di seluruh fasilitas kesehatan.
Sebetulnya, Rizky mengatakan bahwa pulse oksimeter tidak ideal untuk skirining bayi karena ada alat khusus untuk bayi. Tetapi diakuinya alat khusus bayi tersebut membutuhkan biaya yang tidak sedikit sehingga tidak masalah menggunakan pulse oksimeter daripada tidak melakukan skrining sama sekali.
Dia juga menghimbau agar tenaga kesehatan terlatih melakukan pencatatan hasil skrining PJB Kritis.
“Jika hasil skrining positif, segera rujuk bayi ke rs. Sebelum merujuk, lakukan komunikasi informasi dan edukasi (KIE). Juga, hindari pemberian terapi oksigen berlebihan saat merujuk bayi ke rs. Maksudnya begini, kalau bayi tidak terlalu sesak, tidak perlu diberi oksigen. Karena terapi oksigen bisa memicu perburukan pada kasus-kasus PJB Kritis. Kecuali bayinya waktu dirujuk atau sedang dirujuk sedang dalam kondisi sesak napas,” jelasnya.
Gejala PJB Bervariasi
Gejala PJB bervariasi, mulai dari tidak bergejala hingga bergejala berat. Pada bayi yang tidak bergejala, jelasnya, mungkin terlihat sehat namun saat melakukan pemeriksaan jantung, suara jantung abnormal. Ini adalah satu pertanda bahwa bayi beroptensi mengalami PJB Kritis.
Kemudian, gejala ringan termasuk berat badan yang sulit bertambah, stunting, atau pneumonia berulang. Dan untuk gejala berat, bayi menjadi biru atau sesak napas, atau keduanya. Perubahan warna biru bisa langsung Anda lihat pada mukosa bibir dan lidah bayi, disertai dengan ujung-ujung jari.
Oleh karena itu, pemeriksaan tambahan dan berkala sangat diperlukan pada bayi yang baru lahir, mengingat gejalanya sangat bervariasi.