Bisnis.com, JAKARTA— Dunia mengalami krisis energi, terkait perubahan iklim akibat fluktuasi harga dan suplai batu bara dan gas alam. Energi baru dan terbarukan (EBT) dibutuhkan, yang merupakan energi bersumber dari proses alam yang berkelanjutan. Contohnya energi yang berasal dari tenaga surya, tenaga angin, arus air, proses biologi, dan panas bumi.
Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim, Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Dr. Joko tri Haryanto, mengatakan bahwa isu perubahan iklim ini membutuhkan sumber pendanaan.
“Ketika kita tahu bersama bahwa Indonesia itu sangat vulnerable terhadap isu dampak perubahan iklim, pemerintah sendiri sudah punya komitmen. Sumber-sumber pendanaan lain dibutuhkan, misal dari Childfund, masyarakat sipil, dan lain-lain,” kata Joko pada Rabu (13/04/2021) pada Webinar Childfund International.
Senada dengan Joko, Subkoordinator Perlindungan Panas Bumi Kementerian ESDM, Rizky Chandra Ardyanto, ST, juga merasa bahwa adanya EBT menjadi tantangan tersendiri terutama dari segi harga.
“Di era sekarang, kita dalam hal menuju transisi energi, tantangannya sangat besar sekali untuk kita bisa mendorong EBT. Membutuhkan biaya yang besar, mahal, diharapkan tidak membebani masyarakat untuk meminimalisir dampak sosial dan ekonomi,” jelas Rizky.
Emisi karbon semakin banyak, hampir mencapai 300 gigawatt [GW]. Fokus presidensi G20 Indonesia terlatak pada 3 isu utama:
1. Kesehatan global yang inklusif
2. Transformasi ekonomi berbasis digital
3. Transisi menuju energi yang berkelanjutan
Adanya emisi karbon ini harus diatasi terutama dampak negatif kerusakan lingkungannya pada anak dan kelompok rentan, seperti halnya yang dikatakan Direktur Program Sponsorship Childfund Internasional, Aloysius Suratin.
“Alokasi khusus pajak karbon dan instrument permbiayaan lainnya penting untuk mengatasi dampak negatif kerusakan lingkungan pada anak dan kelompok rentan. Demi mewujudkan prinsip best interest of the child and intergenerational justice,” jelasnya.
Aloysius melanjutkan, permasalahan ini kompleks dan membutuhkan sektor yang luas. Apapun pendekatan yang dilakukan, harus mementingkan kepentingan anak sebagai yang utama. Perempuan hamil dan kelompok usia lanjut juga termasuk kelompok rentan. Maka dari itu, perlu adanya perubahan perilaku.
“Perubahan perilaku memenuhi hak anak dari polusi, masyarakat harus turun berkontribusi atas penurunan emisi karbon. Mari berinovasi bersama Childfund untuk mengembangkan inclusive earmarking agar anak-anak tetap sehat dan generasi cerdas bisa aman,” pungkasnya.