Bisnis.com, JAKARTA - Deputy V Bidang Kesetaraan Gender KPPPA, Ibu Leny Rosalin mengatakan bahwa perubahan iklim memberikan dampak yang berbeda kepada laki-laki dan perempuan karena perbedaan gender mereka.
Perempuan dan laki-laki berpotensi menjadi korban dari Perubahan iklim.
Dilansir dari PRB.org, penelitian telah menunjukkan bahwa perempuan secara tidak proporsional menderita akibat bencana, peristiwa cuaca buruk, dan perubahan iklim karena norma budaya dan distribusi peran, sumber daya, dan kekuasaan yang tidak adil, terutama di negara berkembang.
Berikut beberapa dampak perubahan iklim pada perempuan
1. Kemiskinan dan Keterbatasan Pendidikan Menjadi Hambatan
Perempuan merupakan mayoritas penduduk miskin dunia dan lebih bergantung daripada laki-laki pada sumber daya alam untuk penghidupan dan kelangsungan hidup mereka.
Perempuan cenderung memiliki pendapatan yang lebih rendah dan lebih bergantung secara ekonomi daripada laki-laki. Pada saat kelangkaan dan kekeringan pangan, wanita sering kali mengutamakan suami mereka kebutuhan nutrisi suaminya akan terpenuhi sebelum suaminya.
2. Melahirkan Anak Meningkatkan Kerentanan Perempuan
Di sebagian besar dunia, perempuan masih terlibat dalam peran tradisional sebagai ibu dan pengasuh keluarga. Laki-laki mungkin dapat bermigrasi untuk mendapatkan peluang ekonomi, tetapi perempuan lebih cenderung tinggal di rumah untuk merawat anak-anak dan anggota keluarga yang lanjut usia atau sakit.
Perubahan iklim berdampak signifikan pada pengamanan air, makanan, dan bahan bakar rumah tangga—kegiatan yang biasanya menjadi tanggung jawab perempuan dan anak perempuan.
3. Kurangnya Kekuatan Memainkan Peran
Kurangnya kemandirian dan kekuatan pengambilan keputusan membatasi kemampuan perempuan untuk beradaptasi dengan perubahan iklim.
Perempuan seringkali memiliki kendali terbatas atau tidak sama sekali atas keuangan dan aset keluarga. Di banyak komunitas, perempuan kurang terwakili dalam politik komunitas, sehingga memiliki pengaruh yang kecil terhadap strategi komunitas untuk beradaptasi dan terhadap kebijakan yang mendukung hak dan prioritas perempuan.
4. Melahirkan Dini, Kesuburan Tinggi Memperparah Risiko
Sebuah studi tahun 2007 menemukan bahwa, rata-rata, bencana alam membunuh lebih banyak wanita daripada pria dan menurunkan harapan hidup wanita lebih banyak daripada pria.
Semakin kuat bencana, semakin kuat dampaknya terhadap kesenjangan gender dalam harapan hidup. Pada tsunami Asia tahun 2004, kelangsungan hidup pria jauh lebih tinggi daripada wanita.
Ketidaksetaraan ini dapat dikaitkan dengan banyak penyebab yang mungkin dan saling terkait, tetapi fakta bahwa efek ini paling menonjol di mana perempuan memiliki status dan kekuasaan sosial ekonomi yang lebih rendah.
5. Wanita Bisa Mempengaruhi Perubahan
Banyak wanita memiliki pengetahuan tradisional dan lingkungan yang kuat yang diperoleh dari bertahun-tahun membantu kerabat perempuan mereka, mengumpulkan dan mengelola sumber daya, dan membesarkan keluarga mereka.
Penelitian juga menunjukkan bahwa perempuan lebih cenderung mengubah strategi dalam menanggapi informasi baru dan membuat keputusan yang meminimalkan risiko
Semua kualitas ini menunjukkan bahwa ketika perempuan diberdayakan, mereka dapat menjadi agen adaptasi perubahan iklim yang sangat efektif.
Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas, Vivi Yulaswati, menyampaikan perempuan dan laki-laki berpotensi menjadi Champion atau pelopor untuk mengatasi Perubahan Iklim melalui aksi mitigasi dan adaptasi.
Dia mengatakan KPPPA juga berkomitmen meningkatkan peran perempuan dalam aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim serta untuk melaksanakaan mandat dari Lima Work Programme on Gender (LWPG) di Indonesia dengan langkah-langkah, Pertama, memulai penyusunan Rencana Aksi Nasional Gender dan Perubahan Iklim dengan pendekatan partisipatori.
Kedua, membentuk Sekretariat Nasional (Seknas) Gender dan Perubahan Iklim untuk mendukung penyusunan Rencana Aksi Nasional Gender dan Perubahan Iklim serta pelaksanaannya, dengan melibatkan seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) terkait pengendalian perubahan iklim,
Ketiga, membentuk Kelompok Kerja Multistakeholder dalam Seknas yang terdiri dari K/L dan unsur lain seperti dunia usaha, lembaga masyarakat, NGO, dan filantropi.
Keempat, rencana Aksi Nasional Gender dan Perubahan Iklim berdasarkan Lima Work Programme on Gender (LWPG).
"Terakhir pembentukan Sekretariat untuk Implementasi Rencana Aksi Nasional Gender dan Perubahan Iklim," ujarnya dalam Dialog Nasional Gender dan Perubahan Iklim dikutip dari keterangannya.
Dia menambahkan beberapa isu strategis kesetaraan gender terkait perubahan iklim, antara lain: migrasi dan urbanisasi, krisis pangan, menurunnya akses terhadap air bersih, meningkatnya wabah akibat perubahan iklim seperti malaria, dan berbagai wabah dan akses terhadap layanan kesehatan.
Berbagai kebijakan, program dan perencanaan perubahan Iklim, perlu mengintegrasikan Hak Asasi Manusia, pengarusutamaan Gender termasuk pemenuhan hak anak dan hak kelompok rentan seperti disabilitas dan lansia.
Dirjen Perubahan Iklim KLHK Ibu Laksmi Dewanti menyebutkan, Indonesia menghormati, mempromosikan, dan mempertimbangkan kewajibannya terhadap hak asasi manusia, hak atas kesehatan, hak masyarakat adat, masyarakat lokal, migran, anak-anak, remaja, lansia, orang-orang dengan kemampuan berbeda.
Juga orang-orang yang berada dalam situasi rentan, serta hak atas pembangunan, termasuk kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, dan kesetaraan antargenerasi.
Keterlibatan pemangku kepentingan, seperti pemerintah daerah, sektor swasta, dan masyarakat sipil akan terus ditingkatkan.
Jiro Tominaga, Country Director ADB (Asian Development Bank) untuk Indonesia menyatakan mengapresiasi Pemerintah Indonesia dalam Upaya-upaya Indonesia untuk mengatasi perubahan Iklim, menurunkan emisi gas rumah kaca melalui Rencana Aksi Nasional Gender dan Perubahan Iklim.
ADB juga mengapresiasi proses penyusunan dan pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Gender dan Perubahan Iklim dengan melibatkan berbagai aktor pembangunan.
ADB juga mendukung KPPPA dalam G20, yang menyampaikan rekomendasi kebijakan pentingnya peran, partisipasi perempuan dalam transisi energi. ADB mengajak semua pihak untuk bekerjasama mewujudkan kesetaraan Gender melalui pemberdayaan perempuan dalam melaksanakan Rencana Aksi Nasional Gender dan Perubahan Iklim.
[1] Dokumen ENDC adalah dokumen yang memuat komitmen dan aksi iklim sebuah negara yang dikomunikasikan kepada dunia melalui United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).
[2] Asian Development Bank adalah sebuah bank multilateral yang didirikan untuk mengurangi kemiskinan di kawasan Asia dan Asia-Pasifik. Bank Pembangunan Asia didirikan pada 1966. Jumlah anggotanya ada 67 negara dengan 48 di antaranya merupakan negara dalam kawasan Asia-Pasifik. Bank Pembangunan Asia termasuk lembaga keuangan dengan peringkat kredit obligasi AAA menurut Standard and Poor's, Moody’s, dan Fitch.