Bisnis.com, JAKARTA – Belakangan ramai kabar seorang balita meninggal dunia karena infeksi cacing yang sudah terlalu parah dalam tubuhnya.
Melihat kabar tersebut, banyak anak muda berbondong-bondong membeli obat cacing, berharap tidak mengalami cacingan.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), cacingan sendiri merupakan penyakit yang kerap terabaikan. Padahal prevalensi kecacingan di Indonesia mencapai 28,12%. Dengan infeksi cacing gelang mencapai 39%, cacing cambuk 24%, dan cacing tambang 5%.
Adapun, cacingan paling banyak dialami anak usia sekolah hingga 60-80%, dan usia pra-sekolah (24-59 bulan) 20-30%.
Namun, Dr. Riyadi dari Unit Kerja Koordinasi Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan bahwa obat cacing tidak perlu diminum jika tak ada gejala.
Gejala cacingan meliputi:
- Mual
- Nafsu makan berkurang
- Konstipasi
- Lesu
- kurang konsentrasi
Adapun, tergantung jenis cacingnya, bisa menyebabkan intoleransi laktosa, diare atau justru sulit buang air besar, malabsorbsi vitamin A, hingga anemia.
"Oleh karena itu, minum obat cacing kalau bergejala boleh, mulai umur 1 tahun sampai umur berapa pun. Di atas 1 tahun, kalau kita memang ada gejala, ada indikasi, ya harus minum obat, tapi tetap harus dengan saran dokter," katanya dalam Media Briefing melalui Zoom, Jumat (22/8/2025).
Riyadi menegaskan bahwa obat cacing bertindak seperti antibiotik, merupakan jenis antimikroba, antimikroorganisme.
"Jadi jangan sampai digunakan secara berlebihan. Nanti dikhawatirkan bisa mulai muncul kemungkinan resisten obat walaupun belum ada bukti nyata. Nanti kalau digunakannya secara tidak rasional, resisten, malah kalau kejadian tidak bisa diobati," teeangnya.
Kemudian, obat cacing dapat menimbulkan efek samping meskipun tidak selalu.
"Jadi buat apa kita ambil risiko kalau tidak ada indikasi? Jadi ikuti saran dan indikasi yang diberikan oleh dinas kesehatan atau dokter yang Anda percaya," imbuhnya.