Bisnis.com, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (Food and Drugs Administration) menyetujui vaksin untuk mencegah penyakit saluran pernapasan bawah bernama Abrysvo, pertama kalinya ditujukan untuk wanita hamil.
Vaksin tersebut diluncurkan untuk mencegah penyakit saluran pernapasan bawah (Lower Respiratory Tract Disease/LRTD) atau sejenis pneumonia dan LRTD parah yang disebabkan oleh virus pernapasan syncytial (RSV) pada bayi sejak lahir sampai usia 6 bulan.
Vaksin bernama Abrysvo itu disetujui untuk digunakan pada usia kehamilan 32 hingga 36 minggu. Abrysvo diberikan dengan cara menyuntikkan dosis tunggal ke otot lengan.
Mengutip keterangan FDA, badan tersebut menyetujui Abrysvo pada Mei lalu untuk pencegahan penumonia yang disebabkan oleh RSV pada individu berusia 60 tahun ke atas.
Direktur Pusat Evaluasi Biologis dan Riset FDA, Peter Marks, M.D., Ph.D., mengatakan RSV adalah virus penyebab paling banyak penyakit pada anak-anak, dan bayi termasuk di antara mereka yang berisiko paling tinggi untuk penyakit parah, yang dapat menyebabkan rawat inap
“Persetujuan ini memberikan opsi bagi penyedia layanan kesehatan dan wanita hamil untuk melindungi bayi dari penyakit yang berpotensi mengancam jiwa ini," jelasnya, dikutip Rabu (23/8/2023).
Apa itu Respiratory Syncytial Virus (RSV)?
RSV adalah virus yang sangat menular yang menyebabkan infeksi pernapasan pada individu di semua kelompok umur. Virus ini menjadi penyebab paling sering penyakit saluran pernapasan bawah pada bayi di seluruh dunia.
Di sebagian besar wilayah AS, peredaran RSV bersifat musiman, biasanya dimulai pada musim gugur dan memuncak pada musim dingin. Virus ini sangat umum menginfeksi anak-anak, dan sebagian besar orang diperkirakan akan terinfeksi RSV ketika mereka mencapai usia dua tahun.
Meskipun RSV paling sering menyebabkan gejala seperti pilek pada bayi dan anak kecil, RSV juga dapat menyebabkan penyakit saluran pernapasan bawah (LRTD) yang serius seperti pneumonia dan bronkiolitis atau pembengkakan saluran napas kecil di paru-paru.
Pada bayi dan anak-anak, risiko LRTD terkait RSV paling tinggi selama tahun pertama kehidupan. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, RSV adalah penyebab utama rawat inap bayi di AS.
Efektivitas Vaksin Abrysvo
Keamanan dan efektivitas Abrysvo untuk imunisasi wanita hamil dilakukan dalam studi klinis internasional yang sedang berlangsung, acak, dan terkontrol plasebo.
Di antara sekitar 3.500 orang hamil yang menerima Abrysvo, dibandingkan dengan sekitar 3.500 orang hamil yang menerima plasebo, Abrysvo mengurangi risiko LRTD parah sebesar 81,8 persen dalam 90 hari setelah lahir, dan 69,4 persen dalam 180 hari setelah lahir.
Dalam subkelompok individu hamil dengan usia kehamilan 32 hingga 36 minggu, sekitar 1.500 di antaranya menerima Abrysvo dan 1.500 menerima plasebo, Abrysvo mengurangi risiko LRTD sebesar 34,7 persne, dan mengurangi risiko LRTD parah sebesar 91,1 persen dalam 90 hari setelah kelahiran bila dibandingkan dengan plasebo.
Dalam 180 hari setelah kelahiran, Abrysvo juga mengurangi risiko LRTD sebesar 57,3 persen dan sebesar 76,5 persen untuk LRTD parah, jika dibandingkan dengan plasebo.
Keamanan Abrysvo juga dievaluasi dalam dua studi. Dalam sebuah penelitian, sekitar 3.600 orang hamil menerima dosis tunggal Abrysvo dan sekitar 3.600 orang hamil menerima plasebo.
Dalam studi kedua, sekitar 100 orang hamil menerima Abrysvo dan sekitar 100 orang hamil menerima plasebo. Efek samping yang paling sering dilaporkan oleh ibu hamil yang menerima Abrysvo adalah nyeri di tempat suntikan, sakit kepala, nyeri otot, dan mual.
Selain itu, meskipun tidak umum dilaporkan, gangguan hipertensi berbahaya, yang dikenal sebagai preeklamsia, terjadi pada 1,8 persen ibu hamil yang menerima Abrysvo dibandingkan dengan 1,4 persen ibu hamil yang menerima plasebo.
Secara khusus, FDA memberikan peringatan kepada penyedia layanan kesehatan bahwa untuk menghindari potensi risiko kelahiran prematur agar menggunakan vaksin Abrysvo pada usia kehamilan 32 hingga 36 minggu.
FDA memberikan persetujuan Abrysvo kepada Pfizer Inc. dan mewajibkan perusahaan penyedia vaksin untuk melakukan studi pascapemasaran untuk menilai sinyal risiko serius kelahiran prematur dan untuk menilai gangguan hipertensi pada kehamilan, termasuk preeklampsia.