Bisnis.com, SOLO - Penelitian tentang polusi udara di Jakarta sudah dilakukan oleh beberapa orang sejak lama.
Salah satunya diterbitkan oleh rendahemisi.jakarta.go.id yang dibuat dan dikembangkan oleh Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, +Jakarta, Vital Strategies dengan dukungan dari Bloomberg Philanthropies.
Dalam penelitian yang diterbitkan pada Januari 2022 lalu, situs tersebut memaparkan beberapa hal mendasar tentang efek buruk polusi udara di Jakarta.
Dalam penelitian yang dilakukan di Jakarta, udara di DKI memiliki partikulat (PM) berukuran 2,5 mikron atau populer dengan sebutan PM2.5, sebagai sumber berbagai penyakit kardiovaskular dan infeksi saluran pernapasan.
Karena sifat dan ukuran mikroskopis polutan dari polusi udara dapat langsung masuk dan menembus pertahanan tubuh manusia, merusak organ seperti paru-paru, jantung, dan otak, yang pada akhirnya menimbulkan dampak buruk, baik akut maupun kronis.
Tingkat kerusakan atau keparahan kondisi kesehatan akibat paparan polusi udara bergantung pada jenis pencemar dan dosis atau tingkat konsentrasi paparan.
Dari berbagai jenis polutan yang ada di udara ambien, terdapat dua polutan utama yang mempunyai dampak merugikan paling besar terhadap kesehatan manusia, yaitu ozon permukaan (O3) dan PM2.5 (partikulat yang berdiameter kurang dari 2,5 mikrometer).
Efek jangka pendek dan panjang
Dalam jangka pendek, polusi udara dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti iritasi pada mata, hidung, kulit, tenggorokan, mengi, batuk dan sesak dada, serta kesulitan bernapas, hingga kondisi yang lebih serius, seperti asma, pneumonia, bronkitis, dan lainnya.
Bahkan ada pula yang mengalami efek langsung seperti sakit kepala, mual, dan pusing setelah terpapar polusi udara.
Untuk efek jangka panjang, kondisi kesehatan yang ditimbulkan lebih kronis (seperti kanker) bahkan menyebabkan kematian.
Hasil Studi Beban Penyakit Globalpada tahun 2019 menunjukkan peningkatan risiko kematian akibat paparan jangka panjang terhadap PM2.5 dan ozon di permukaan tanah.
Tidak hanya kematian, beberapa penelitian epidemiologi lain juga menemukan adanya korelasi antara paparan polusi udara dengan peningkatan risiko berat badan lahir rendah, kecil untuk usia kehamilan, kelahiran prematur, dan stunting.