Pemeriksaan diabetes/istimewa
Health

6 Elemen Penting dalam Transformasi Kesehatan

Mutiara Nabila
Senin, 18 Desember 2023 - 19:36
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Kesehatan memberikan enam elemen yang mendasari transformasi kesehatan di tanah air.

Enam pilar elemen transformasi ini terdiri atas pertama dari sisi penguatan layanan primer dengan konsep mendekatkan layanan hingga ke tingkat desa dan dusun.

Kedua, penguatan layanan rujukan terutama dalam peningkatan jenis, jumlah, kualitas dan distribusi layanan agar terjadi kesetaraan pelayanan. Ketiga, Transformasi Sistem Ketahanan Kesehatan. 

Kemudian, keempat dari sisi penguatan sistem pembiayaan kesehatan melalui perbaikan kualitas belanja kesehatan berbasis kinerja, HTA, pembiayaan JKN dan konsolidasi pembiayaan pusat dan daerah.

Kelima, pemenuhan SDM kesehatan esensial termasuk tenaga medis dan tenaga kesehatan prioritas, dan keenam transformasi teknologi kesehatan yang mengedepankan pengembangan dan pemanfaatan teknologi, digitalisasi dan bioteknologi di sektor kesehatan.

"Walaupun transformasi diinisiasi oleh Kementerian Kesehatan, perlu diingat bahwa peran, dukungan dan keterlibatan semua pihak di lintas sektor pemerintahan, kementerian, lembaga, maupun swasta dan masyarakat sangat besar kontribusinya demi terwujudnya masyarakat yang sehat dan produktif kedepannya," ujar Staf Ahli Kementerian Kesehatan, Prastuti Soewondo.

Dia mengatakan dalam dua tahun pelaksanaan transformasi kesehatan, masih banyak hal yang perlu perbaikan. Kementerian Kesehatan juga masih membutuhkan bantuan dari seluruh pihak dalam pelaksanaannya.

"Belajar dari banyak negara, transformasi sistem layanan kesehatan memang tidak bisa dilakukan dalam sekejap, tetapi apa yang sedang dan terus diupayakan oleh Kementerian Kesehatan terus bergulir dengan semangat yang tinggi dan bergerak cepat," ujarnya dalam Kaleidoskop CHEPS FKM UI di Jakarta, Senin (18/12/2023)

Selama dua tahun ini, Guru Besar FKM Universitas Indonesia, Prof. Budi Hidayat, mengungkapkan beberapa hal yang sudah dilakukan, salah satunya dengan usulan mengalihkan terapi insulin dari Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)

Dia mengungkapkan bahwa beban penanganan diabetes pada Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dapat dihemat hingga 14 persen, sekitar Rp1,7 triliun per tahun, jika mulai melakukan peralihan terapi insulin dari Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). 

"Studi ini mendukung pilar transformasi Kesehatan pada aspek layanan primer dan transformasi pembiayaan kesehatan," ujar Prof Budi. 

Dia juga turut menyoroti bahwa temuan studi juga mendukung pengalihan pengobatan insulin ke FKTP, sejalan dengan pedoman yang telah ditetapkan oleh asosiasi Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni). 

"Hasil studi menekankan pentingnya merealisasikan hasil temuan ke dalam langkah-langkah yang dapat ditindak lanjuti, termasuk perubahan kebijakan seperti menyelaraskan Formularium Nasional dengan PNPK, memastikan kompetensi dan kemampuan fasilitas layanan kesehatan primer, dan memulai reformasi remunerasi di layanan kesehatan primer," jelasnya. 

Selain itu Prof. Budi juga menyampaikan bahwa produk penelitian, JKN Financial Modelling (JFM), dapat membantu memfasilitasi Pemerintah Indonesia dengan "Tools" untuk menghasilkan kebijakan JKN berbasis bukti. 

Hal ini diharapkan bisa akan memastikan tercapainya Universal Health Coverage (UHC) dengan keberlanjutan keuangan jangka panjang. Hasil studi JFM juga bisa digunakan sebagai masukan dalam melaksanakan Permenkes 3/2023.

Selain itu JFM juga digunakan untuk menghasilkan serangkaian rencana reformasi kebijakan seperti Kebutuhan Dasar Kesehatan (KDK), Kelas Rawat Inap Standar, dan Tarif JKN seperti yang tertuang dalam Permenkes 3/2023 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan.

Selain itu, Ahli Pembiayaan Kesehatan Dr. Atik Nurwahyuni, menjelaskan bagaimana Kementerian Kesehatan RI didukung oleh berbagai stakeholders, khususnya CHEPS UI dalam mengembangkan INA Grouper dan penetapan tarifnya sebagai basis pembayaran pelayanan JKN di RS. 

"Lebih dari 80 persen dana JKN dialokasikan untuk membayar pelayanan di RS berdasarkan DRG (Diagnosis Related Group) atau dikenal sebagai INA-CBGs. Oleh karenanya kebijakan pembayaran di RS akan sangat berdampak pada RS, BPJS Kesehatan, peserta dan sistem JKN itu sendiri," ujarnya. 

Setiap negara yang menggunakan DRG sebagai sistem pembayaran memiliki 2 pilihan yaitu mengembangkan sendiri atau mengadopsi dari negara lain dan kemudian mengembangkannya. 

Kementrian Kesehatan RI mengambil pilihan nomor 2 yaitu mengembangkan INA-Grouper untuk menggantikan UNU Grouper yang saat ini digunakan menyesuaikan sebaran penyakit, biaya pelayanan dan demografi penduduk di Indonesia.

CHEPS FKM Ul kemudian mengembangkan metodologi dan analisis penghitungan biaya per episode penyakit yang lebih akurat sehigga menurunkan potensi adanya pelayanan yang kurang atau lebih bayar, sebagai wujud perbaikan berkelanjutan yang dilakukan oleh Tim Tarif Kementerian Kesehatan.

"Implementasi INA-Grouper di masa yang akan datang diharapkan akan memperkuat pilar keempat Transformasi Kesehatan dan juga mendukung tercapainya tujuan pilar kedua Transformasi Kesehatan melalui kebijakan pembayaran ke RS," imbuhnya. 

Ketua Asosiasi Dinas Kesehatan (Adinkes) dr. Mohamad Subuh, menambahkan bahwa Dinas Kesehatan Daerah memahami Transformasi Kesehatan sebagai upaya dalam rangka penguatan dan percepatan pencapaian tujuan pembangunan kesehatan nasional. 

Dalam implementasinya, kata Subuh, perlu disinkronkan dengan tugas-tugas wajib di daerah sesuai UU No. 23 tahun 2014 tentang Otonomi Daerah. 

"Disebutkan kewajiban daerah mencapai Standar Pelayanan Minimal [SPM] 100 persen di setiap Propinsi dan Kabupaten/Kota.  Sesuai dengan amanah UU No.17 Tahun 2023 (Omnibus Law Kesehatan) ini merupakan pedoman final dalam pembanguan kesehatan, untuk implementasi saat ini daerah menunggu peraturan pemerintah dan Permenkes terutama yang mengatur Rencana Induk Bidang Kesehatan (RIBK), terutama yang berkaitan dengan sinkronisasi Anggaran Pusat dan Daerah," paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro