Mengenal Metode Nyamuk Wolbachia Untuk Eliminasi Kasus Demam Berdarah Dengue/
Health

Mengenal Metode Nyamuk Wolbachia Untuk Eliminasi Kasus Demam Berdarah Dengue

Mutiara Nabila
Kamis, 18 Januari 2024 - 08:55
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA -- Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah besar di Indonesia. Oleh karena itu, perlu inovasi terbaru untuk bisa menurunkan kasusnya, terutama angka kematiannya. 

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan sampai dengan 2023, tercatat ada 76.449 kasus dengue dengan 571 kasus kematian mulai dari Januari-November.

Angka kasus tesebut sudah menurun dibandingkan dengan pada 2022 sebanyak 143.300 kasus dengan 1.236 kematian, namun masih tetap cukup tinggi. Adapun, kelompok umur dengan kematian tertinggi adalah pada rentang usia 5-14 tahun.

Kasus dengue yang masih cukup tinggi menjadi masalah kesehatan masyarakat dan menambah beban ekonomi di Indonesia. Oleh karena itu, perlu adanya inovasi untuk menekan penyebaran dengue dan menekan angka kematian. 

Kemenkes menargetkan, dengan upaya ini dapat mempercepat target eliminasi DBD pada 2030 menjadi 0 kematian.

Salah satu inovasi yang dilakukan oleh pemerintah untuk menurunkan penularan dengue adalah dengan menerapkan teknologi nyamuk dengan bakteri Wolbachia

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Maxi Rein Rondonuwu mengungkapkan, untuk menyebarkan nyamuk dengan bakteri itu, perlu meyakinkan masyarakat yang upayanya tidak mudah. 

"Kita lakukan pelatihan kepada petugas, memberikan penjelasan apa itu metode Wolbachia. Nyamuknya masih ada, sama, hanya nyamuk itu dimasukkan bakteri Wolbachia, bakteri yang ada di lalat juga, paling banyak lalat buah," jelasnya dalam Diskusi Publik FNM Society di Jakarta, Rabu (17/1/2024). 

Mekanismenya, bakteri itu dimasukkan ke dalam nyamuk Aedes aegypti, hingga menetas dan menghasilkan nyamuk Aedes aegypti berbakteri Wolbachia. Bakteri itu kemudian akan menghambat perkembangan virus Aedes Aegypti penyebab dengue. 

Dengan bakteri tersebut, sekalipun nyamuk membawa virus  Aedes Aegypti dan menggigit manusia, dia tidak akan menularkan virus tersebut dan membuat sakit. 

"Jadi bukan nyamuk yang direkayasa, bikin nyamuk baru atau apa-apa. Metode ini juga aman, karena bakteri Wolbachia itu biasa hidup ada di lalat jadi nggak masalah. Sudah ada lebih dari 15 negara sudah pakai dan aman," kata Maxi. 

Adapun, penerapan teknologi nyamuk ber-Wolbachia sudah melalui kajian dan analisis risiko dengan melibatkan 25 guru besar Indonesia. 

Metode ini juga sudah diuji coba di Yogyakarta pada 2016, dan hasilnya bisa menurunkan angka rawat inap akibat DBD hingga 60-65 persen.

Hasil kajian dan efektivitas ini selanjutnya dikirim ke Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan akhirnya pada 2021 nyamuk ber-Wolbachia direkomendasikan oleh WHO.

Mempertimbangkan hasil yang baik tersebut, Kementerian Kesehatan selanjutnya memutuskan untuk memperluas area penyebaran nyamuk Wolbachia di lima kota di Indonesia. Kelima kota itu diantaranya Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Bontang dan Kupang.

Namun, kendalanya, pembuatan telur nyamuk Wolbachia di Indonesia masih manual. Kapasitasnya hanya 7-8 juta per minggu. Selain itu, proses pemberian makan juga masih manual, di mana ada relawan yang tangannya rela digigit nyamuk karena nyamuk tersebut makan darah. 

"Tapi jadi bukti juga karena mereka yang jadi relawan itu masih hidup dan sehat walaupun digigit nyamuk banyak," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro