Bisnis.com, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan Indonesia dan Program Pembangunan PBB/United Nation Developmnet Program (UNDP), bekerja sama dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menandatangani komitmen untuk bekerjasama dalam proyek yang didanai oleh Green Climate Fund (GCF).
GCF merupakan sebuah program investasi iklim global yang ambisius, yang diluncurkan sebagai langkah transformatif untuk membangun sistem kesehatan yang tahan terhadap perubahan iklim.
Kemenkes, UNDP, dan WHO bersatu dalam kolaborasi tripartit untuk memanfaatkan modal publik dan swasta, serta berbagai sumber daya seperti keahlian, pengetahuan, teknologi, jaringan, dan upaya kolaboratif dari mitra di berbagai sektor untuk mempromosikan sistem kesehatan yang tahan terhadap perubahan iklim, berkelanjutan, dan rendah karbon.
Sebagai bagian dari proyek global GCF, yang mencakup 17 negara, proyek di Indonesia akan dirancang untuk meningkatkan ketahanan iklim layanan kesehatan melalui solusi adaptasi dan mitigasi iklim.
Pasalnya, perubahan iklim memengaruhi penyakit dengan mengubah variabel-variabel iklim seperti curah hujan, suhu, dan kelembaban, yang memengaruhi dinamika penyebaran penyakit.
Perubahan pola iklim regional juga mempengaruhi agroekosistem dan ketersediaan air, menyebabkan kelangkaan dan peningkatan penyakit terkait air dan makanan seperti gizi buruk dan diare.
Sebagai contoh di Indonesia, penurunan curah hujan dan suhu di Maluku meningkatkan kasus pneumonia sebesar 96% dan kasus diare sebesar 19%.
Lebih lanjut, suhu yang lebih tinggi dan curah hujan yang lebih tinggi meningkatkan kasus demam berdarah sebesar 227% di Bali-Nusa Tenggara, dan kasus malaria di Papua sebesar 66%.
Selain itu, Indonesia diperkirakan mengalami kerugian ekonomi sebesar 1,86% (sekitar Rp21,6 miliar) akibat dampak perubahan iklim pada sektor kesehatan. Di sisi lain, laporan Bank Dunia menyatakan bahwa dampak perubahan iklim pada sektor air dapat menyebabkan kerugian ekonomi sekitar 7,3% pada 2045.
Jika dibiarkan tanpa pengawasan, perubahan iklim juga akan memengaruhi profil kesehatan generasi saat ini dan masa depan, menjadi beban bagi sistem kesehatan, dan menghambat upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan cakupan kesehatan universal.
Dalam pidatonya, Budi Gunadi Sadikin, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, mengatakan bahwa Kementerian Kesehatan akan berkomitmen untuk mendukung energi dan sumber daya yang diperlukan untuk memimpin proyek ini.
"Untuk mencapai hasil yang diharapkan bersama, kerja sama yang luas dari berbagai kementerian akan diperlukan," ujarnya dalam peresmian proyek Green Climate Fund di Jakarta, Senin (29/4/2024).
Komponen adaptasi dari program ini melibatkan penguatan dan integrasi sistem peringatan dini untuk penyakit terkait iklim. Di bawah mitigasi, inisiatif ini bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari fasilitas kesehatan.
Setiap negara akan melaksanakan proyek sesuai dengan keadaan uniknya, memastikan pendekatan yang disesuaikan dengan konteks.
Di Indonesia, proyek ini bertujuan membentuk sistem kesehatan nasional yang tahan terhadap perubahan iklim dan berkelanjutan, mengurangi emisi gas rumah kaca dari sistem kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan, serta meningkatkan pendanaan untuk tindakan transformatif terhadap risiko kesehatan terkait iklim.
Inisiatif ini akan membantu sistem kesehatan Indonesia untuk menjadi lebih tangguh terhadap dampak perubahan iklim, dan mempromosikan sistem kesehatan yang tahan terhadap perubahan iklim dan rendah karbon yang berkelanjutan.
Officer in Charge of UNDP Indonesia Sujala Pant, mengatakan, bahwa di dalam sistem PBB, UNDP memiliki portofolio program iklim yang paling besar, dengan dukungan terhadap aksi iklim di hampir 150 negara berkembang.
Sejalan dengan hal tersebut, 72% dari program PBB di Indonesia juga berfokus pada ketahanan perubahan iklim dan bencana alam.
"Kami percaya bahwa perubahan iklim merupakan isu yang saling terkait, sehingga kami telah mengintegrasikannya di hampir seluruh area yang kami kerjakan, seraya terus mencari tahu cara mengembangkannya dan mencari solusi yang mampu memberikan respon lebih baik terhadap dampak dari perubahan iklim di masa yang akan datang. Oleh karena itu, kolaborasi ini sangat penting bagi kami," ujarnya.
N. Paranietharan, Perwakilan WHO untuk Indonesiaa menambahkan bahwa perubahan iklim adalah ancaman kesehatan terbesar yang dihadapi umat manusia, dan WHO berkomitmen untuk meresponsnya.
"Peluncuran inisiatif ini menandai langkah maju yang berani bagi Indonesia, yang sangat rentan terhadap dampak kesehatan perubahan iklim, dan akan mempercepat kemajuan di Indonesia, seperti di seluruh dunia, menuju masa depan yang lebih sehat, lebih hijau, lebih tangguh, dan lebih berkelanjutan bagi semua orang," ujarnya.
Melalui komitmen bersama pada proyek GCF ini, Kemenkes, UNDP, bersama dengan WHO akan berkolaborasi untuk mencapai serangkaian tujuan, terutama dalam mengurangi kerentanan Indonesia terhadap penyakit yang terkait dengan iklim dan gangguan pada layanan kesehatan, termasuk meningkatkan hasil kesehatan bagi populasi rentan dan kurang beruntung, yang secara tidak proporsional terkena risiko kesehatan iklim.
"Proyek ini akan melibatkan kolaborasi yang luas dengan pemangku kepentingan utama, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mulai dari pemilihan lokasi hingga sinkronisasi tujuan proyek dengan strategi pembangunan nasional Indonesia yang menyeluruh," imbuh Budi.
Selain itu, proyek ini akan melibatkan Kementerian Keuangan, yang bertindak sebagai otoritas nasional yang ditunjuk untuk Dana Iklim Hijau. Nantinya, Kemenkeu akan menyetujui No Objection Letter (NOL) untuk proposal proyek GCF yang spesifik untuk negara dari Indonesia.